"Mulut" hari ke 8 : "Tiba'an" Dangdut
"Tiba'an" Dangdut
Kisah tentang kehormatan keluarga Kanjeng Nabi salah satunya adalah kisah Abdul Mutholib bin Hasyim..
Hasyim ketika berdagang keluar Mekkah singgah di Madinah. Di Madinah jatuh hati dengan seorang wanita cantik serta terhormat dari keluarga terpandang, Salma dari Bani Najjar. Singkatnya pernikahan antara 2 sejoli dari keturunan terhormat berlangsung..
Salma melahirkan seorang bayi laki-laki putih bersih.. Bayi tersebut memiliki uban (dalam bahasa arab : Syaibah) sehingga dikenal dengan nama Syaibah.
Hasyim tidak dapat kembali ke Mekah karena meninggal dunia di Madinah. Mendengar kejadian tersebut bersedihlah sang ayah, Abdi Manaf.
Mekah sejak ditinggal kepergian Hasyim pergi berdagang, kepengurusan kepentingan Ka’bah diwakilkan kepada adiknya, Al-Mutholib.
Begitu mendengar Hasyim sakit di Madinah, segeralah sang ayah, Abdi Manaf memerintahkan Al-Mutholib untuk pergi menyusul dan menjemput saudaranya tersebut. Ternyata terlambat, Hasyim sudah wafat dan sudah dimakamkan di Madinah.
Al-Mutholib di Madinah berjumpa dengan keluarga iparnya. Segeralah meminta untuk bertemu sang keponakan, Syaibah.
Ketika paman dan keponakan ini bertatap muka, tampak wajah Al-Mutholib sedih bercampur senang, terharu. Sekian purnama sekian tahun tidak berjumpa dengan saudaranya, tetapi sekarang yang dijumpai hanya anak dari saudaranya. Bagaimana perasaan Abdi Manaf jika demikian, putranya sudah meninggal, namun sang cucu yang menginjak remaja yang dijumpainya.
Al-Mutholib meminta izin kepada keluarga iparnya untuk memboyong Syaibah ke Makkah. Walaupun permintaan ini pada awalnya ditolak, namun akhirnya mereka mengijinkan Syaibah untuk bertemu dengan keluarga besar ayahnya, Penguasa Makkah.
Inilah kisah awal mulanya Syaibah menjadi lebih dikenal dengan Abdul Mutholib bin Hasyim bin Abdi Manaf.
Orang-orang Makkah penasaran dengan pemuda gagah yang selalu mengikuti Al-Mutholib. Karena mereka merasa asing dengan pemuda tersebut. Iya asing.. karena pemuda tersebut memang dilahirkan di Madinah.
“Sinten niku Kang?? Kok ganteng banget”, tanya mereka kepada Al-Mutholib.
“Iki no abdi ku”, jawab Al-Mutholib dengan membanggakan keponakan nya tersebut.
Sejak itulah Syaibah dikenal dengan Abdul Mutholib (abdi dari Al-Mutholib).
*****
Dengan kita mengetahui sejarah keluarga Kanjeng Nabi, meskipun tidak sepenuhnya tidak kita ketahui, maka itu sudah merupakan cara agar kita lebih mengenal Kanjeng Nabi.
Peribahasa mengatakan “tak kenal maka tak sayang”.
Begitulah kira-kira ungkapan yang tepat.
Maulid yang dikarang dengan mengupas sisi ilmiah dari sejarah Kanjeng Nabi adalah Maulid al-Barzanji, karangan Sayyid Ja’far bin Hasan bin Abdil Karim al-Barzanji.
Maulid ini dan maulid ad-Diba’ dibaca oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, sebelum tenar Maulid Simtud Duror dan Maulid Adh-Dhiyaul Lami’.
Lidah Jawa mengenal majlis maulid yang membaca kitab maulid al-Barzanji dengan Berjanjen. Dan semakna dengan kegiatan majlis ini adalah Tiba’an.
*****
Dulu Berjanjen (Tiba’an) di kampungku diikuti oleh gabungan jama’ah putra dan jama’ah putri. Ada tim pembaca dan tim penabuh.
Yang unik adalah kedua tim ini seperti sudah sepaham.. Syair-syair dalam Maulid ini dilantunkan dengan cengkok lagu dangdut, mengikuti lagu dangdut kekinian.. pun begitu dengan tim penabuh, pasti mengimbangi..
Alat tabuh yang dipakai adalah peralatan orkes dangdut. Ada drum, gitar, seruling, keyboard, kencreng.. setiap akan ada majlis ini, pasti ada cek sound ala orkes dangdut.
Sang pimpinan tim penabuh juga merangkap sebagai bos dangdut.
Tim pembaca pun harus selalu belajar lagu dangdut terbaru biar selalu update.
Begitulah.. hingga akhirnya ada yang menyebut dengan “Tiba’an Dangdut”.
NB : Monggo Sholawatan!!! Malam Jum’at atau setiap hari boleh bahkan lebih mantap.. Hadirkan hati ya!! Itu yang terbaik..
Komentar
Posting Komentar