Era Digital dan Ke-Wali-an

Di era ini, siapa yang tidak kenal gadget - awam menyebut HP - dengan segala fitur canggihnya. Mungkin hanya orang - orang tua dan anak - anak balita yang tidak memegang HP secara mandiri. Itu pun juga langka. Bahkan orang - orang tua di sini lebih dikategorikan sebagai jompo, yang memang usianya tinggal digunakan untuk berjuang dalam kehidupannya. Mungkin juga bisa dikatakan orang - orang tua dalam artian tua ilmunya, artinya tanpa HP pun masih bisa hidup dan menikmatinya. Anak balita pun sudah dikenalkan dengan teknologi ini. Lihat saja, ketika rewel atau menangis, orang tua sekarang lebih suka mengalihkan perhatian anak dengan memutar video Youtube. Sedang usia produktif, hampir bisa dikatakan semua mengoperasikan HP dan mengakses informasi dari media sosial.

Tulisan ini berlatar belakang perdebatan di media sosial tentang status seorang tokoh karismatik di pulau Kalimantan, tepatnya dari Sekumpul, Martapura. Beliau - penulis menggunakan sebutan ini karena sebagai bentuk penghormatan - bernama Kyai Muhammad Zaini bin Abdul Ghani, dikenal dengan sebutan Abah Guru Sekumpul. Adapula yang mengenal dengan Guru Ijai. Ramainya postingan tentang beliau beberapa hari di beranda medsos bahkan di media TV nasional, disebabkan karena acara haul - peringatan kewafatan - Abah Sekumpul baru saja terlaksana. Pekan pertama bulan Rajab adalah puncak acara haul beliau. Tahun ini bertepatan tanggal 5 Januari 2025 adalah puncak haulan beliau yang ke-20. Bahkan tahun ini, haulan beliau yang ke-21 juga terlaksana. Karena berpatokan kalender Hijriah jadi kemungkinan dalam 1 tahun Masehi terjadi 2 kali acara haul bisa terjadi. Jadi nanti haul lagi sekitar akhir tahun 2025.

Di kalangan Islam tradisional, beliau dikenal sebagai seorang Wali. Indikatornya, karomah beliau telah disaksikan dan diyakini oleh sebagian masyarakat Martapura, Kab. Banjar, Kalimantan Selatan. Beliau memimpin banyak majlis ilmu agama. Pusat majlis beliau ada di Musholla Ar-Raudhah, Sekumpul, Martapura. Penulis tidak akan membahas terlalu jauh. Karena minimnya pengetahuan penulis tentang Guru Sekumpul. Takutnya, tulisan tentang beliau hanya akan menyempitkan luasnya samudera keilmuan beliau. 

Guru Sekumpul, terkenal dengan majlis pembacaan Maulid Habsyi setiap malam Senin. Majlisnya beliau selalu dihadiri ribuan jamaah. Bahkan ketika beliau wafat, majlis ini tetap istiqomah terlaksana dan jamaahnya pun juga banyak.

Ribuan jamaah diajak berdzikir, mengingat dan mengagungkan Alloh Swt. Ribuan jamaah diajak mengenal Alloh Saw, mengesakan-Nya. Ribuan jamaah diajak membaca sholawat kepada Rasululloh Saw. Ribuan jamaah diajak mengenal dan meneladani akhlak Rasululloh Saw. Ribuan jamaah berada dalam satu majlis ilmu-ilmu agama. Ribuan jamaah diajak sholat berjamaah. Ribuan jamaah diajak mengamalkan ajaran Nabi Muhammad Saw. Kendatipun demikian, ada saja yang menganggap majlis beliau tidak bermanfaat. Belum cukup di situ, bahkan beliau dianggap melakukan penyimpangan ajaran agama. Anehnya, mereka yang berkomentar "beragama" Islam. Iya mungkin itu. Kita kembali ke paragraf awal, karena peran HP. 

***



Kita bedah dengan sedikit pengetahuan agama penulis. Dan singkat saja.

Alloh SWT berfirman dalam surat Yunus ayat 62-63 :

اَلَآ اِنَّ اَوْلِيَاۤءَ اللّٰهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ ۝٦٢

Arti ringkasnya : “Ketahuilah bahwa sesungguhnya (bagi) para wali Allah itu tidak ada rasa takut yang menimpa mereka dan mereka pun tidak bersedih.

اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَكَانُوْا يَتَّقُوْنَۗ ۝٦٣

Arti ringkasnya : “(Mereka adalah) orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa.

Penjelasan dengan kalimat yang singkat saja, Wali Allah adalah orang yang beriman dan bertakwa. Mereka tetap beristiqomah dalam majlis dzikir, sholawat serta majlis ilmu meskipun banyak nyinyiran. Toh nyinyiran tidak akan mengubah apapun pada diri mereka, kecuali semua sudah ditakdir Alloh. Mereka akan tetap beriman dan beramal sholeh. Bahkan akan mendoakan kebaikan kepada siapapun yang tidak suka kepadanya.

Haul Guru Sekumpul ke-20 tahun ini dihadiri jutaan jamaah dari berbagai penjuru. Mereka datang untuk berdzikir dan bersholawat. Masyarakat Banjar memberikan berbagai fasilitas gratis untuk jamaah. Ini artinya mereka mengamalkan ilmu tentang sedekah, tentang berbuat baik kepada sesama. Mereka juga melaksanakan sholat berjamaah. Artinya mereka juga bersyahadat. Mereka datang tidak untuk dibayar. Mereka hanya ingin mendekatkan diri kepada Alloh Swt. Meneladani akhlak Rasululloh dengan melalui orang sholeh. Mereka hanya ingin mencari keridhoaan Alloh Swt. 

Sosok begitu, yang bisa menjadi magnet jutaan manusia untuk beribadah dan berbuat baik kok dianggap tidak bermanfaat bagi agama. Bahkan kalaupun terpaksa "di anggap" tidak ada manfaat buat agama. Lihat dari perspektif lain. Geliat ekonomi dalam acara tersebut. Bahkan setiap harinya, boleh dibilang sosok Guru Sekumpul juga memberi manfaat dalam roda perekonomian masyarakat. 

Janganlah begitu kawan. Kalau pun kita tidak "cocok" dengan Guru Sekumpul, tidak senang dengan Majlis beliau. Alangkah lebih baik diam. Komentar yang jelek, membuktikan kualitas pribadi  sendiri. 

***

Ada sebuah kisah :

Pada suatu saat, Syekh Abdul Qadir al-Jailani dengan Ibn Asrun dan Ibn Syaqqa bertamu kepada Syekh Yusuf al-Hamdani. Syekh Yusuf dikenal sebagai wali Alloh pada zamannya. 

Sebelum keberangkatan, Ibn Asrun mengatakan, "Katanya orang ini (Syekh Yusuf) kalau berdoa maka doanya akan dikabulkan Alloh. Nanti kalau ketemu, saya mengharap agar dia berdoa supaya saya menjadi orang yang kaya."

Berbeda dengan Ibnu Asrun. Ibn Syaqqa menyatakan, "Saya tidak percaya dengan cerita orang, saya tidak yakin dengan apa yang dikatakan orang. Orang-orang mengatakan bahwa dia adalah wali Alloh. Saya akan mengetesnya dengan masalah agama, jika dia wali pasti bisa menjawab. Jika tidak bisa maka saya bisa mengungkap kebodohannya dalam ilmu agama sehingga orang tidak tertipu olehnya."

Syekh Abdul Qadir al-Jailani dengan singkat berkata, "Saya berkunjung hanya ingin mendapatkan keberkahannya, supaya Alloh memuliakan saya dengan perantara dekat dengannya."

Ketiganya datang di kediaman Syekh Yusuf al-Hamdani. Beliau menyambut dan memandangi mata setiap tamu-tamunya yang datang dari berbagai penjuru. 

Saat melihat Ibn Asrun, beliau berkata, "Uang akan mendatangimu," artinya dia akan menjadi orang kaya. 

Saat melihat Ibn Syaqqa, beliau berkata, "Saya kok melihat banyak perdebatan. Mungkin kedatanganmu ingin bertanya tentang masalah ini dan itu," Syekh Yusuf menyebut beberapa masalah yang belum sampai diajukan oleh Ibn Syaqqa dan menjawab masalah tersebut. 

Saat melihat Syekh Abdul Qadir al-Jailani, "Kakimu berada di atas leher wali di zamanmu." Dalam beberapa kisah, orang mengutip perkataan ini dari Syekh Abdul Qadir al-Jailani, tetapi sebenarnya adalah perkataan yang diucapkan oleh Syekh Yusuf al-Hamdani kepada Syekh Abdul Qadir.

Dikemudian hari :

Ibn Asrun menjadi orang kaya. 

Ibn Syaqqa menjadi salah satu ulama besar. Tetapi, ilmunya tidak mendekatkan dirinya kepada Alloh. Pepatah mengatakan bertambahnya ilmu pada orang yang sombong ibarat menambah air pada tanaman pare. Tanaman pare semakin banyak air, maka rasanya semakin pahit. 

***

Pada suatu masa, Raja Eropa meminta supaya Khalifah Abbasiyah mengirim seorang ulama Islam. Tujuannya untuk berdiskusi berbagai masalah ilmu agama. Seandainya yang disampaikan ulama ini benar dan ilmiyah, maka dia akan masuk agama Islam. Khalifah mengirim Ibn Syaqqa karena tidak menemukan orang yang lebih ilmiyah darinya.

Bisa ditebak, maksud sebenarnya Raja Eropa bukan untuk berdiskusi. Seandainya diskusi berjalan dengan baik, tentu kebenaran Islam pasti menang. Ibarat ada udang di balik batu. Maka ada rencana jelek di balik diskusi ini. Yaitu rencana menjebak ulama ini.

Raja mempunyai putri cantik jelita. Putri diperintahkan untuk keluar dan menyajikan jamuan untuk sang ulama. Putri memperlakukannya dengan baik. Semakin mendapat perlakuan baik dari perempuan cantik jelita, semakin membuat Ibn Syaqa’ jatuh hati. 

Alhasil Ibn Syaqqa’ berdiskusi dengan baik dan menang perdebatan. Dia ingin mendapat imbalannya. Dia ingin diperbolehkan menikahi putri itu. Kemudian Raja berkata, "Kamu tidak seagama dengan kami, dan itu tidak patut.

Cinta itu memang buta. Dan karena terlanjur cinta, Ibn Syaqqa rela keluar dari agama Islam, agar bisa menikahi sang putri. Diapun mengumumkan kekafirannya. Setelah kejadian murtadnya Ibn Syaqqa, ternyata putri pun tidak jadi dinikahkan dengannya. 

Yang terjadi selanjutnya!

Ibn Syaqqa dibuang di jalanan dan berkeliaran di negara tersebut. Dia tidak bisa kembali ke negara asalnya.

Suatu waktu, seorang pedagang berkata, "Saya berdagang ke negara itu dan melihat Ibn Syaqqa ini mengelandang di pinggir jalan. Dia tergeletak. Saya tanyakan, "Bukankah kamu Ibnu Saqqa seorang alim itu? Kenapa keadaaanmu menjadi demikian? Kok bisa sampai di sini?" 

Ibn Syaqqa menjawab, "Entahlah, Saya tidak tahu. Dari semua yang telah saya pelajari, saya hanya ingat sebuah ayat : 

رُّبَمَا يَوَدُّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَوْ كَانُوا۟ مُسْلِمِينَ

Orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim.”

Singkatnya : penyesalan yang didapat. Karena ilmunya menjadi tabir penghalang dirinya untuk berprasangka baik kepada seorang sholeh.

***

Jika kita melihat orang sholeh, alangkah sebaiknya kita mendekat kepadanya. Jika tidak bisa mendekat, kita cukup memandangnya. Kendatipun demikian belum terlaksana dan tidak bisa, alangkah sebaiknya kita meyakini kesholehannya. Pun jika kita merasa berat untuk mengakui kebaikan dan kesholehannya, kita cukup diam dengan keberadaannya. Itu semua lebih baik daripada kita berkata buruk tentangnya. Dan yang terakhir ini adalah seburuk buruk perbuatan.

Bukankah perintah berbuat baik dalam agama untuk semua umat manusia. Bahkan untuk alam semesta. Apalagi berbuat baik kepada sesama muslim, jelas itu perintah agama. Orang yang beragama Islam pasti meyakini bahwa Nabi adalah rahmat bagi semesta. Dan kita diperintahkan untuk meneladaninya.

HP mempunyai 2 sisi. Sisi manfaat dan sisi mudharat. Terkadang era digital bisa mengungkap "keanehan" atau hal yang tidak masuk akal. Namun tidak semua hal yang tidak masuk akal bisa dijelaskan lewat HP.  Apalagi masalah kewalian dalam agama. Gen Z atau manusia digital memang sulit untuk mengakui yang namanya wali. Apalagi sekarang banyak praktik praktik "keanehan" di luar nalar yang direkam dan dipublish.  Hal demikian semakin menggerus definisi wali yang sebenarnya.

Apapun yang terjadi, penulis mengajak untuk memilih singkap dengan bijak! Mari tingkatkan keimanan dan ketakwaan kita dengan beramal sholeh.

 

Hanya tulisan ketika gabut disela sela banyak tugas!

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Niat Sholat Musafir

Sekelumit (Sejarah) Al Khidmah di Kec. Wates (Skripsi 2015)