"Mulut" hari ke 11 : Terbangan


Terbangan..

Ada “kumpulan” yang sudah turun temurun di malam 11 setiap bulan Hijriyah. Kumpulan yang sudah mengakar kuat dalam kultur masyarakat Islam tradisional. Kumpulan yang rutin diagendakan oleh masyarakat muslim yang beraliran sufi, yang memegang ajaran tasawuf. Kumpulan yang biasanya diikuti oleh muslim “Jowo ndeso”.

Kumpulan ini biasanya disebut dengan “sewelasan”, Gresikan dan Suroboyoan menyebut “sulasan”, lebih umumnya disebut “Manakib-an”. Sewelas-an atau sebelas-an ini merupakan kegiatan yang dilaksanakan setiap tanggal 11. Kegiatan memperingati wafatnya Sang Raja Wali, beliau adalah Syaikh Abdul Qadir al-Jilany al-Baghdadi.

Disebut Manakib-an karena pada kegiatan ini diisi dengan pembacaan Manakib Sang Raja Wali. Manakib atau kitab sejarah perjalanan hidup hingga wafatnya Sang Raja Wali. Kitab Manakib yang dibaca adalah karangan Syaikh Ja’far bin Hasan bin Abdul Karim al-Barzanji.

Syaikh Abdul Qadir al-Jilany lahir tanggal 1 Ramadhan 470 H di Kota Jilan, wilayah Persia sehingga dalam namanya ada nisbat al-Jilany. Beliau wafat tanggal 11 Bakda Maulud (Rabi’ul Akhir) 561 H di kota Baghdad, Irak dan dimakamkan di sana pula.

Syaikh Abdul Qadir ini sudah kondang sejak kecil. Dalam beberapa cerita yang aku dengarkan, ketika masih menyusu kepada Ibunda, dijadikan pertanda datangnya Bulan Ramadhan. Adapula ketika berangkat menuntut ilmu, karena dipesan Ibunda harus jujur dimanapun, perampok pun takluk karena kejujurannya.

Itulah sekelumit tentang kumpulan Sewelasan atau Manakiban ini. Oh iya.. Seperti sudah disinggung diawal, yang biasa melakukan kegiatan ini adalah masyarakat Islam tradisonal, muslim dengan kultur pesantren, kultur Jawa desa, kultur tarekat. Islam tradisional ini didefinisikan sebagai Islam di Nusantara, yang mengikuti ajaran Walisongo. Ajaran Islam yang dimasukkan dalam tradisi Nusantara.

Masyarakat Islam ini yang banyak aku jumpai di lingkungan tempat tinggalku, dan di lingkungan masyarakat pedesaan pada umumnya. Di daerah perkotaan juga ada, namun yang percaya tarekat serta tasawuf saja.

Pada sewelasan bulan ini masih membaca Manakib, namun karena dalam rangkaian bulan Maulid, maka di mix dengan pembacaan Maulid. Jadinya Manakib dan Maulid.

Maulid kalau boleh dikatakan adalah manakib-nya Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Kalau misal diterjemahkan dalam bahasa Indonesia atau Jawa, iya kayak cerita tentang Kanjeng Nabi Muhammad Saw.

Cerita tentang keluarga Kanjeng Nabi, Kisah Kelahiran Kanjeng Nabi, Kisah masa kecil Kanjeng Nabi, Kisah masa remaja Kanjeng Nabi, Kisah usia dewasa Kanjeng Nabi, Kisah ketika menikah, Kisah di tengah keluarga dan kaumnya, Kisah mendapat risalah, Kisah dakwah, Kisah seputar Hijrah, Kisah membangun kota Madinah, Kisah penaklukan kota Makkah, Kisah hidup hingga wafat Kanjeng Nabi… semuanya penuh keistimewaan, penuh kemulyaan akhlak, penuh mukjizat. Iya manusia tetapi bukan seperti manusia.. Itulah Kanjeng Nabi.. Itulah isi Kitab Maulid…

Kumpulan Maulid selain dibacakan kisah Kanjeng Nabi juga biasanya dibacakan syair-syair pujian. Dibaca serta dilantunkan dengan cengkok-cengkok khas syair Maulid. Di iringi dengan tabuhan rebana atau terbangan.

Ketika syair dilantunkan dengan nada yang kalem, terbangan yang santai pula, hati kita hadir, kita khusyuk.. kita bayangkan siapa Kanjeng Nabi.. maka hampir dipastikan akan terharu.. mata akan mengucurkan air bening keharuan. Dada akan terasa sesak, berdebar dengan kehadiran Kanjeng Nabi.. badan atau kepala akan bergoyang santai mengikuti irama.. pandangan akan otomatis menunduk seperti ada burung yang hinggap di atasnya.. itulah inti terbangan..

 

NB : terbangan ala Banjari..

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Niat Sholat Musafir

Era Digital dan Ke-Wali-an

Sekelumit (Sejarah) Al Khidmah di Kec. Wates (Skripsi 2015)