Nostalgia Lukisan (sudah seizin Abah Gusno)
NOSTALGIA LUKISAN
Bagian I
Kisah ini seingat saya terjadi pada th 1992 - 1993 ketika saya sudah pensiun jadi pelukis.
Kira-kira jam 14.00 WIB teman saya yang bernama Uud putera dari Alm. H. Nurchsan datang ke rumah saya, dia menyampaikan perintah dari Khadrotusy Syaikh Ahmad Asrory al Ishaqi RA. bahwasanya saya dipanggil beliau, disuruh menunggu di depan rumah Alm. Bapak Abu Amar, orangtua Hj. Mamik isteri H. Rusdi.
Begitu ada perintah seperti itu, saya langsung ganti pakaian dan pamitan pada isteri bahwa saya dipanggil Yai.
Setelah itu saya berjalan kurang lebih 200 meter menuju tempat yang beliau kehendaki, beberapa menit saya berdiri menunggu, ada mobil sedan putih dari arah selatan menghampiri saya. Setelah kaca jendela pintu belakang terbuka, ternyata Romo Yai.
Saya disuruh masuk ke mobil. Saya dan beliau duduk di jog belakang.
Setelah sungkem saya disuruh duduk mendekat.
Saya bertanya : " wonten menopo Yai? " ( ada perintah apa Yai? ) Beliau menjawab : " awakmu tak wei tugas berat! " ( kamu saya kasi tugas berat! )
Dengan hati deg-degan saya bertanya : " tugas apa Yai? "
Jawab beliau : " aku gambarno sing apik sing cepet! " ( saya lukiskan yang baik yang cepat )
Saya bertanya lagi : " menggambar apa Yai? "
Kemudian beliau mengeluarkan beberapa lembaran kertas yang sudah ada lukisannya.
Setelah beliau menunjukkan lukisan-lukisan yang sudah jadi itu, beliau melihat muka saya dan berkata : " mosok koyok ngene lukisane?
Kalimat ini ujian buat saya, kalau saya lengah bisa tidak lulus, karena tarbiyah dari beliau itu banyak bentuk dan caranya.
Karena ditunjukkan, akhirnya saya juga melihat lukisan itu.
Dengan melihat lukisan-lukisan itu saya berkata : " seniman kan begitu semua Yai...! Mungkin saya akan melebihi itu ; sak karepe dewe."
Kemudian beliau tersenyum.
Menurut saya pribadi lukisan itu bagus sekali dan punya nilai estetis tinggi.
Dalam hati saya omong sendiri... tapi kenapa kok masih menyuruh saya? Ada apa sebenarnya semua ini? Sungguh saya tidak mengerti.
Setelah saya asyik omong sendiri di dalam hati..........
Beliau bertanya : " sanggup ta awakmu? " ( sanggupkah kamu ).
Saya jawab : " sanggup Yai! "
Karena kalau saya jawab insya'Allah nanti artinya lain.
Yakni : siap ales... kalau tidak jadi... tidak disalahkan.
Kemudian beliau bertanya : " kapan awakmu nang kedinding?" ( kapan kamu ke kedinding ).
Jawab saya : " sebentar Yai... saya lihat jadwal kerja dulu, saya mau mengurus cuti."
Beliau berkata lagi : " ojok suwe-suwe! " ( jangan terlalu lama )
Setelah semuanya itu, saya sudah merasakan beratnya tugas ini, bagaimana tidak berat...! Peraturan cuti di perusahaan tempat saya bekerja itu, kalau mau cuti biasa saja syaratnya harus 2 minggu sebelumnya. Sedangkan untuk cuti mendadak harus jelas dan masuk akal alasannya.
Dengan keyakinan tinggi, sebelum mengurus cuti, saya sudah berani menjawab.
Saya berkata : " hari Rabu Yai! "
Jawab beliau : " yo wis... tak enteni lho! " ( ya sudah... saya tunggu lho )
Saya waktu bersama beliau itu hari Ahad, pada hari Senennya saya mengurus cuti.
Alhamdulillah lancar semua.
( Bersambung )
NOSTALGIA LUKISAN
Bagian II
Setelah saya utarahkan tentang kesanggupan melaksanakan perintah, saya bersama beliau menuju ke kantornya H. Agus Salim ( H. Gaguk ) di Ruko Plaza dekat Ramayana Gresik.
Setelah sampai di kantornya H. Gaguk, saya disuruh masuk dengan membawa lukisan tadi, lalu diajak beliau naik ke lantai dua, yaitu tempat khusus yang disediakan oleh H. Gaguk untuk beliau RA.
Di ruang itu hanya beliau dan saya berduaan, tidak ada yang berani naik ke atas tanpa izin dari beliau.
H. Gaguk pun tidak berani naik ke atas, padahal tempat itu miliknya. Subhannallah itulah tawaduknya H. Gaguk.
Perlu diketahui, ketika berduaan dengan beliau itu, kalau mau jujur.. senang ya susah, ...susah tapi senang.
Senangnya tidak perluh dibahas, siapa yang tidak kepingin duduk, berdiri, makan, berpergian bersama beliau dan lainnya.
Sedangkan susahnya adalah harus tetap bisa menjaga agar tidak suul adab dalam segala perlakuan beliau pada kita.
Jika beliau memperlakukan kita se bagai MURID, bagaimana menjaga adabnya.
Jika beliau memperlakukan kita sebagai ANAK, bagaimana menjaga adabnya.
Jika beliau memperlakukan kita sebagai KAWAN, bagaimana menjaga adabnya dan lain sebagainya.
Itulah yang saya maksudkan senang ya susah....susah tapi senang.
Setelah lumayan lama saya bersama beliau, kemudian H. Gaguk memberi uang kepada saya buat beaya melukis.
Hari pertama saya datang di kedinding memenuhi perintah dari seorang Guru Mursyid, untuk melukis.
Di kedinding saya disambut langsung oleh beliau dengan senyum khasnya, dan diantar beliau ke tempat khusus buat melukis agar bisa tenang.
Sebelum mulai melukis, saya merenung sejenak.
Pertama yang saya renungkan adalah ; apakah saya masih bisa melukis? Sebab sudah lama saya tidak pernah pegang kuas untuk melukis. Pada umumnya 1 lukisan dikerjakan minimal satu minggu hingga satu bulan. Sedangkan saya harus menyelesaikan 4 - 6 lukisan dalam waktu paling lambat 1 bulan karena mau segera dicetak buat kalender pondok.
Kedua ; apakah isteri saya ikhlas momong kedua anak saya yang masih umur 2th dan 3th itu, karena anak usia segitu sering rewel dan sangat menyita waktu.
Dengan modal keyakinan, saya tetap berangkat, semoga isteri dan kedua anak saya diberi kesehatan, hingga saya bisa menyelesaikan perintah dari Guru Mursyid.
Alhamdulillah selama 1 minggu saya tinggal untuk melaksanakan tugas ini, isteri dan kedua anak saya diberi kesehatan.
Justru saya yang sempat sakit semalam di kedinding. Lalu diobati oleh beliau dan entah diberi apa? Sehingga dalam waktu 1 minggu lukisan itu sudah jadi. Bahkan ada satu lukisan yang sangat beliau senangi, yaitu lukisan suasana pengajian minggu akhir. ( mohon maaf saya tidak punya fotonya ).
Alhamdulillah wa syukurillah.
Pekerjaan ini sungguh di luar nalar.
Suatu bukti bahwa beliau begitu hebat mengangkat potensi orang lain menjadi suatu yang sangat bermanfaat.
( Bersambung )
NOSTALGIA LUKISAN
Bagian III
Alhamdulillah wa Syukurillah lukisan itu sudah jadi, semoga bisa membungahkan hati Guru.
Setelah mendengar bahwa lukisan itu sudah sampai ke tahap dicetak, berarti tugas dari Guru Mursyid untuk karya lukis sudah selesai.
Apa semuanya itu sudah cukup?
Jawabnya adalah BELUM.
Guru Mursyid masih terus menguji, apa benar muridnya tidak bangga?
Apakah hati muridnya tidak ada penyakit?
Perluh diketahui, dulu 5 - 7 hari menjelang Haul Akbar, sebagian tamu-tamu ( murid ) dari Malaysia dan Singapore ada yang menginap di kedinding ada yang di Hotel.
Sedangkan kita dari team dekorasi, paling lambat 3 hari sebelum acara, baru menginap di kedinding.
Teman saya aman-aman saja walau seminggu berada di kedinding, karena mereka masih bujang semua, sedangkan saya harus meninggalkan istri dan anak saya yang masih berusia 2th dan 3th.
UJIAN PERTAMA
Di saat saya dan teman-teman sedang santai di musola ( sekarang area makam ahlulbait ), beliau keluar dari Ndalem memanggil saya dan teman- teman untuk mendekat, kemudian murid dari Malaysia dan Singapore juga dipanggil.
Beliau menghibur kita dengan guyonan yang segar, sehingga rasa capek yang tersisa setelah menyelesaikan perlengkapan dekorasi jadi hilang seketika.
Tak lama kemudian saya disuruh mendekat lalu beliau memanggil ustadz Arif untuk mengambil lukisan yang sudah jadi itu. Kemudian digelar di lantai musola untuk dipamerkan ke murid-murid dari Malaysia dan Singapore itu. Lalu beliau berkata : " ini yang melukis... ini pelukisnya."
Kata-kata beliau itu membuat saya kebingungan mencari kaca cermin. Untuk apa? Untuk mengaca.... apakah ukuran kepala saya masih tetap apa menjadi besar? Hahaha.. hanya Allah dan beliau yang tau.
UJIAN KEDUA
Kira-kira th 1992 saya ikut ziarah walisongo yang diadakan kedua kalinya oleh Alkhidmah Gresik.
Ketika rombongan break sejenak di Restoran Tuban untuk bersarapan pagi, saya sempatkan sholat duha di musola restoran tersebut.
Karena saya selalu teringat perkataan beliau : " Mokhal.... !kepingin uripe enak gak gelem duha! "
Usai sholat duha, saya ingin bergabung dengan teman-teman yang ikut ziarah. Barusan duduk saya dipanggil beliau untuk duduk bersama tamu-tamu penting dari Jakarta yang ikut ziarah walisongo. Ada yang jenderal, ada yang birokrat dan yang lainnya.
Setelah saya duduk bergabung, saya diperkenalkan pada mereka. Beliau berkata : " ini pelukisnya."
Sambil tersenyum saya amati mereka mengangguk-angguk.
Saya harus tetap waspada atas segala sanjungan dan pujian, karena kalau lengah kita bisa terbelah, seperti kata mutiara dari Sayyidina Umar : " Pujian ibarat pedang di atas kepala, jika lengah kita bisa terbelah."
Sedangkan yang dari beliau RA. adalah : " ojok sampe kalah karo tukang sulap... oleh opo ae kudu iso cepet malik."
Usai menikmati sarapan pagi di Restoran Tuban, semua jamaah kembali ke Bis masing-masing untuk perjalanan berikutnya.
Pada acara ziarah itu, oleh panitia, saya memang disetting untuk duduk satu bangku dengan teman yang lebih dulu bertemu Romo Yai, yaitu di bangku paling depan dekat pintu bis.
Setelah saya duduk di bangku itu, teman saya yang satu bangku itu belum juga masuk ke bis, padahal rombongan bis sudah mau berangkat.
Ya Allah... ya Allah... ya Allah....! Saya langsung kaget... ternyata yang datang adalah beliau RA.
Beliau langsung duduk di samping saya.
UJIAN KETIGA
Saat duduk bersama beliau, kemudian beliau berkata sangat lirih pada saya. Apa yang dikatakan beliau benar-benar terjadi setelah 18 tahun kemudian.
Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya pada teman-teman yang membaca tulisan saya ini, tidak pada tempatnya kalau perkataan beliau itu saya tulis di sini.
Tapi saya siap menceritakan.
Karena ini merupakan ujian yang paling berat buat saya.
( Bersambung )
NOSTALGIA LUKISAN
Bagian IV
Kalender pondok yang bergambar lukisan, kalau saya tidak lupa itu adalah kalender yang kedua. Sedangkan yang pertama adalah gambar bunga-bunga.
Kalender dengan gambar lukisan itu murni ide dari Khadrotusy Syaikh Ahmad Asrory al Ishaqi RA.
Beliau memang Kyai Kharismatik yang memegang teguh ajaran Salafush sholikhin, namun sosoknya memiliki style dan pola pikir yang melebihi berfikirnya orang modern. Pembuatan kalender pun beliau bikin eksklusif, tidak asal-asalan atau ndeso.
UJIAN PERTAMA
Untuk kalender th1993, saya jadi bertanya-tanya pada diri sendiri. Apakah masih bikin lukisan lagi seperti kalender th 1992 atau tidak? Kalau bikin lagi siapa kira-kira yang diperintah untuk melukis?
Dalam hati saya berkata moga-moga bukan saya. Bukan karena saya menolak, tapi teman-teman yang lain yang bisa melukis biar ikut merasakan, karyanya dipakai untuk gambar kalender pondok.
Pada suatu hari saya dipanggil beliau ke kantor H. Gaguk di Ruko Plasa Gresik untuk diajak omong-omong masalah kalender.
Beliau bertanya pada saya : " lukisan opo sing apik? " Jawab saya : " ya terserah Yai aja!" Kemudian beliau berkata : " aku pingin makame wali Songo, tapi opoe sing dilukis? " Jawab saya : " kalau makamnya semua hampir sama Yai! Di bawah pendopo semua." Kata beliau : " nek nurut awakmu opoe sing dilukis?"
Karena dimintai pendapat, saya memberanikan diri untuk mengeluarkan pendapat. Saya berkata : " yang saya amati.. yang membedakan itu bentuk gapuranya Yai...!"
Saya lihat pandangan beliau seperti menerawang sesuatu, kemudian berkata : " iyo... tapi apik ta? " Jawab saya : " ya dicoba aja Yai! "
Sahut beliau : " yo wis golekono fotoe, gambaren! "
Setelah itu saya dikasi uang sama H. Gaguk untuk beaya melukis. Ternyata saya lagi yang disuruh melukis. Dapat tugas lagi. Sungguh ini suatu ujian lagi.
Beberapa hari kemudian setelah saya dapatkan fotonya, saya cari teman-teman yang punya bakat melukis. Saya kasi uang untuk beli bahan buat melukis dan saya jelaskan pada mereka andaikan karyanya tidak dipakai oleh Yai, supaya tetap bisa lapang dada, tapi moga-moga diterima.
Kira-kira dalam waktu 1 bulan semua lukisan karya teman-teman itu saya kumpulkan.
Ketika beliau pingin melihat semua lukisan itu, maka semua lukisan itu saya bawa ke kantor H. Gaguk.
Yang beliau perhatikan pertama adalah apakah baik jadinya kalau yang di lukis ( yang menonjol ) itu gapura dari masing-masing makam Wali Songo.
Setelah melihat hasilnya, komentar pertama yang beliau ucapkan adalah : " iyo.... apik dadine."
Lalu saya dipuji di depan orang lain, sambil menggerakkan kepalanya ke atas, dimana gerakan kepalanya ditujukan pada saya, beliau berkata dengan tersenyum : " pinter iki... tapi sik tambeng." Saya juga tersenyum, karena benar ucapan beliau itu... Saya saat itu masih tambeng.
Lukisan yang sudah jadi itu saya taruh di sebuah meja kosong yang ada di kantor H. Gaguk.
Kemudian beliau sambil berdiri melihat dan menyeleksi satu persatu lukisan itu.
Ternyata yang lolos seleksi adalah lukisan saya dan lukisan karya CH teman saya. Saya bikin 4 lukisan, lolos semua. Karya CH ada 2 juga lolos semua.
UJIAN KEDUA
Kemudian beliau menghitung lukisan yang sudah beliau seleksi.
Ternyata ada 8 lukisan, padahal yang dibutuhkan untuk kalender itu 12 lukisan. Jadi kurang 4 lukisan lagi.
Beliau berkata : " lho mok 8 kurang 4 lukisane." Lalu saya berkata : " yang melukis nanti.... siapa Yai? "
Jawab beliau : " yo tanggung jawabmu..! "
Saya bertanya : " saya lagi yang melukis Yai? " Jawab beliau : " yo.. iyo...!" Saya bertanya lagi : " semua Yai..! Beliau tersenyum saya juga tersenyum.
Padahal saya kepingin dibagi 2, saya 2, CH juga 2.
Ya Allah... saya harus menyelesaikan 4 lukisan lagi dalam waktu 1bulan.
Alhamdulillah lukisan itu akhirnya bisa rampung dalam waktu 1 bulan, walau dalam pengerjaannya saya diuji dengan anak yang sakit, tapi berkat pengertian dari isteri yang memahami tugas dari Guru Mursyid, tugas jadi sukses.
UJIAN KETIGA
Setelah lukisan itu saya anggap selesai, saya pulang ke gresik diantar oleh beliau.
Subhannallah beliau juga yang menyopiri.
Beliau dan Habib Abdullah al Hadar di jog depan sedangkan saya duduk di jog tengah. Selama perjalanan beliau sebentar-sebentar omong sama Habib, saya jadi pendengar sejati.
Perasaan hati saya begitu legah ketika diantar beliau pulang ke Gresik. Bayangan yang ada.. saya bisa istirahat ketemu anak dan isteri.
Ternyata saya tidak langsung diantar pulang, saya diajak ke suatu tempat, dimana tempat itu hanya saya dan Habib Abdullah al Hadar yang tahu pada saat itu. Di tempat itulah saya ditunjukkan sesuatu oleh beliau dan merupakan amanat yang harus saya jaga.
Sesuatu yang telah ditunjukkan itu, beberapa tahun kemudian benar-benar terbukti.
Demikian tulisan saya tentang perjalanan dapat perintah melukis oleh Guru Mursyid. Semoga tulisan ini bermanfaat buat semua, khususnya saya dan keluarga saya.
( Bersambung ).
NOSTALGIA LUKISAN
Bagian V
Setelah kalender sudah dicetak dan diedar ke berbagai wilayah, info yang saya dapat bahwa lukisan-lukisan yang ada di kalender itu banyak yang difigora. Karena pada lukisan itu saya memakai nama gusno ( kependekan dari Agus Sutrisno ), saya dikira putera seorang Kyai, apalagi pada tahun itu di Gresik kalau menurut istilah, lagi demam Gus Gus. Padahal saya anak tukang jahit baju. Seperti yang sudah pernah saya jelaskan beberapa minggu yang lalu. Pada tahun itulah banyak murid-murid estu yang mencari saya.
Padahal.... andaikan Yai melarang pakai nama itu, saya pasti akan mematuhinya. Berhubung beliau yang menyuruh, jadi saya patuh atas perintah guru.
UJIAN PERTAMA
Keberadaan lukisan di kalender itu, nama saya jadi terkenal. Hingga suatu saat ketika saya sedang mengatur pemasangan peralatan demokrasi, ada beberapa orang murid yang sepuh, mendekati saya untuk bersalaman, bahkan ada yang mencium tangan saya.
Karena saya sudah dibekali pengetahuan oleh beliau, saya turuti kemauan mereka, yang ingin bersalaman saja ya saya ikuti bersalaman. Yang bersalaman dengan mencium tangan saya ya saya biarkan mencium.
Namun setelah mereka pergi, saya tertawa terbahak-bahak hahaha.
Lalu saya berkata pada team dekorasi : " iki rejeki opo musibah?"
Saya terus tertawa hahaha.
UJIAN KEDUA
Suatu hari saya ingin main ke kantornya H. Gaguk untuk ngobrol sama pegawainya. Saya saat itu memakai celana trinning dan kaos olah raga. Sampai di lokasi saya ngobrol sebentar sama salah satu pegawainya.
Saya tidak tahu kalau di dalam kantor H. Gaguk ada beberapa teman dari Alkhidmah Pegiren ( Sunan Giri ) yang hendak diprospek mengenahi pelaksanaan Haul Kanjeng Sunan Giri.
Pegawai H. Gaguk yang sedang ngobrol dengan saya itu tiba-tiba berkata : " Yai mau kesini. " Jawab saya : "oh iya?... waduuh kalau gitu saya pulang aja, gak enak... lagian pakai pakaian seperti ini, tidak sopan."
Ketika saya mau melangkah untuk pulang, datang sebuah sedan biru, begitu berhenti pintu mobil langsung terbuka, ternyata Yai.
Saya kebingungan, ibarat maling yang tertangkap basah.
Dengan pakaian olahraga tanpa kopiyah itu saya tekat untuk bersalaman, sedangkan teman-teman dari pegiren yang menunggu datangnya beliau semua berpakaian santri, baju takwa putih dan berkopiyah putih.
Alhamdulillah walau saya berpakaian seperti itu, ternyata beliau kerso.
Saya langsung sungkem, sesudah itu saya pamitan pulang.
Ternyata sama beliau saya tidak boleh pulang, malah disuruh masuk.
Setelah masuk di kantor H. Gaguk, saya kebingungan lagi, apa yang saya perbuat. Ketika itu saya pilih menata kursi yang akan dipakai untuk rapat itu.
Kursi saya tata melingkar, setelah itu saya mau cari tempat yang terpisah dari tempat rapat itu. Begitu saya mau cari tempat.... ya Allah..! Saya disuruh ikut rapat, malahan disuruh duduk disamping beliau. Itu benar-benar sebuah ujian.
UJIAN KETIGA ( Ujian selamanya )
Setelah rapat dengan Alkhidmah Pegiren selesai, saya pamitan pulang pada beliau. Sebelum pulang beliau berkata : " yaopo lukisan nok kedinding iku?... nek dijahno keleleran suwe-suwe rusak? ( bagaimana lukisan yang ada di kedinding itu?...kalau dibiarkan keleleran lama-lama bisa rusak?
Saya kebingungan lagi, mau jawab apa!
Akhirnya saya jawab : " terserah Yai." ( dalam hati saya berkata, ya terserah.. mau dibuang atau mau disimpan terserah Yai. Yang penting saya sudah melaksanakan tugas ).
Kemudian beliau berkata : " yo wis... engkok tak kongkon ngeramut arek-arek." ( ya sudah... nanti saya suruh anak pondok merawat ).
Beberapa bulan kemudian ketika saya ke pondok ikut pengajian minggu ke-2, Subhannallah ternyata lukisan itu sudah dikasi figora semua dan dipajang di kantor thoriqoh bahkan ada yang ditaruh di Aula dan Ndalem.
Keberadaan lukisan-lukisan itulah bagi saya adalah ujian yang panjang. Karena setiap ada yang memuji saya harus selalu mengontrol hati.
Demikian tulisan saya mengenai lukisan. Semoga hati saya senantiasa dijaga, sebab saya bukan apa-apa tanpa bimbingan Guru yang mulia.


Komentar
Posting Komentar