Haru Biru Abah Gusno

Semoga reposting & revisi tulisan ini masih bermanfaat.

HARU BIRU
Bagian 1 :

Kisah yang saya tulis ini tentang suudzon saya kepada salah satu teman dari 8 orang yang pertama ketemu Beliau RA. th 1988.

Perlu diketahui pada era th 1988 - 1990 salah satu bentuk syiar Beliau adalah menikahkan. Jadi banyak  masyarakat gresik pada era itu ingin sekali dinikahkan Beliau RA. Baik muridin maupun muhibbin.

Ketika beliau menikahkan anak dari seorang muhibbin di jl. Akim Kayat di Gresik, teman-teman Jamaah Rock'n Roll disuruh ikut hadir, sehingga suasana akad nikah begitu fenomenal dan seremonial.

Awal munculnya buruk sangka saya  itu yaitu ketika saya perhatikan prosesi akad nikah itu, mulai awal hingga akhir acara, teman yang saya sebut di atas itu kelihatan begitu banyak tingkah dan terlihat ambisi mengatur pelaksanaan acara itu.

Ambisiusnya itu mengakibatkan hati saya tidak terima, soalnya di saat-saat itu yang sering dimintai beliau untuk mengatur sebenarnya sudah ada.

Begitu acara selesai, saya terus memperhatikan si dia. Sikap ambisiusnya masih kelihatan moncolok. Saya ingin melakukan tindakan tapi tak sanggup. Sehingga hati saya mengolok-olok : " ngetok yo ngetok neng ojok mencolok." 

Nah... yang saya lakukan inilah, sesuatu yang tidak baik, semoga tidak terjadi pada teman-teman semua.

Setelah saya bersuudzon seperti itu, diluar dugaan saya, eh.... malah yang diajak Beliau ikut dalam mobilnya adalah teman saya itu. Padahal biasanya saya yang selalu diajak beliau RA.

Usai acara itu, sampai di rumah, Hati saya jadi gelap... sedih tidak karuan.
Kenapa melihat tingkah seperti itu saja, saya kok tidak bisa menerima. Begitu saja saya kok berburuk sangka.

Penyakit hati saya itu, alhamdulillah akhirnya dapat obat, setelah merenungkan kisah tentang Syekh Ibnu Syaqo yang diujung ajalnya meninggal dalam keadaan suul khotimah gara-gara ngrentek sombong pada seorang ulama' di Bagdad yang ternyata ulama' itu  Waliyullah.

Begitulah tarbiyah dari beliau RA. untuk menyelamatkan anak didiknya, agar bisa menjaga hati tidak cepat berburuk sangka pada orang lain.

Tarbiyah dari Beliau itu adakalanya tidak dibutuhkan kecerdasan tapi kepekaan.

Bagian 2 :

Karena sejak kelas 3 SD saya sudah tidak punya seorang ayah, hanya diasuh ibu yang profesinya hanya tukang jahit kain-kain bekas yang dijadikan "oto" ( grito ), dan pendidikannya hanya di sekolah dasar, itu pun tidak sampai lulus, masa kecil saya jadi agak liar karena kurang pengawasan orangtua. 

Suatu ketika, setelah bermain dengan teman-teman, ada batu kecil di jalanan. Batu itu saya jepit dengan jari kaki lalu saya lemparkan ke atas, tanpa sengaja ternyata mengenai lampu neon penerang jalan di kampung saya.
Lampu itu pecah dan mati, saya jadi ketakutan kalau ada yang tahu, lalu disuruh mengganti. Darimana uangnya, untuk makan sehari-hari saja ibu saya harus bersusah payah mencarinya. Saya tidak berani mengadu pada ibu saya, takut dimarahi, padahal saya tidak sengaja. Perasaan bersalah itu, terus kebawa-bawa hingga di SMP.

Ketika di SMP saya menyaksikan suatu kejadian yang kebawa-bawa dalam pikiran. Yaitu ketika ada batu kerikil di jalan raya yang terlindas sepeda motor, kemudian batu itu mental tepat mengenai mata seorang yang sedang berjalan di tepi jalan raya. Mata orang itu berdarah dan tidak bisa melihat. Saya tidak bisa mengejar pengendara sepeda motor itu, juga tidak berani.
Dengan adanya kejadian itu saya berfikir ada apakah dibalik kejadian ini? siapa kiranya yang salah.

Ketika SMA saya mendengar seorang guru yang melempar penghapus pada muridnya, karena jengkelnya hingga urusannya panjang, karena sang murid diam-diam mengancam.

Tiga kejadian di atas itu, membuat saya berfikir sebab-akibatnya. Tapi jawaban yang saya dapatkan tidak ada yang memuaskan.

Setelah saya sudah kerja dan mengenal Beliau RA, saya berfikir lagi ketika hadir dalam suatu majelis pengajian umum yang diadakan di jalan raya dekat rumah orangtua saya, dalam rangka memperingati Isro' Mi'roj Nabi Besar Muhammad SAW. 

Yang saya catat, orang yang hadir pada pengajian itu ada tiga macam.

Yang pertama adalah orang-orang yang benar-benar ingin menambah ilmunya melalui ceramah.

Yang kedua adalah orang-orang yang  hanya ngalap barokah tidak begitu mengutamakan ilmunya.

Nah yang ketiga ini yang membingungkan pikiran saya saat itu, karena kehadirannya hanya menunggu kalimat atau kata-kata dari sang penceramah untuk pasang nomer tombokan. 

Keberadaan Penceramah yang jadi publik figur pada tahun itu ( 1989 ) itulah yang mengganggu pikiran saya. Kenapa kok bisa begitu?

Suatu saat saya ikut sowanan di Jati Purwo. Alhamdulillah usai sowanan, saya tidak boleh pulang dulu sama beliau. Ini kesempatan saya untuk mengutarakan yang ada dalam benak dan hati saya. 
Tapi di hati saya masih ada rasa ketakutan, sebab masalah yang akan saya tanyakan adalah keberadaan seorang Kyai yang saat itu jadi publik figur di Gresik. 

Setelah ikut menikmati talaman, para hadirin yang ikut sowanan itu sudah pulang semua, beliau keluar lagi, duduk bersama saya di rumah putih tempat sowanan itu.
Sebelum saya mengutarakan sesuatu, beliau sudah bertanya pada saya : " ada masalah apa?" 
( Perlu diketahui lagi, beliau RA. itu lebih suka pertanyaan-pertanyaan yang untuk kepentingan umum dari pada urusan pribadi ). Jawab saya singkat saja : " Yai.... kalau ada seorang Kyai... ceramahnya itu disalahgunakan oleh sebagian orang yang hadir... itu bagaimana sih Yai? "

Setelah masalah yang mengganggu  pikiran saya itu sudah tersampaikan, saya punya harapan agar beliau bertanya pada saya, Kyainya namanya siapa? Isi ceramahnya apa? 

Ternyata jawaban dari beliau di luar dugaan dan harapan saya, beliau menjawab dengan bahasa jawa timuran : " mangkane.... Sayyidina Ali iku diceluk karo Rosulullah... diomongi : " Li.... omonganmu iku dirungokno wong... koen sing ati-ati nek ngomong... kudu ngerti... sopo sing koen ajak ngomong." ( Ali... perkataanmu itu jadi pegangan orang.... kamu yang berhati-hati kalau bicara... harus mengerti... siapa yang kamu ajak bicara ).

Itulah jawaban beliau yang saya dapatkan, tentang keberadaan Kyai kondang pada th 1988 - 1989.

Bagian 3 :

Apakah teman-teman masih ingat tulisan saya beberapa bulan yang lalu?.... betapa welasnya beliau RA, kepada penjual nasi pecel madiun ... gara-gara salah parkir mobil, mau beli nasi bebek tapi mobilnya oleh si E diberhentikan di depan warung nasi pecel madiun?... dimana penjual nasi pecel itu kecewa ( gelo ) karena kita tidak beli nasi pecel tapi beli nasi bebek di warung sebelahnya! Akhirnya kekecewaanya itu telah ditebus oleh Beliau dengan membeli setakir nasi dan dibagikan pada kita?... lalu uang kembaliannya oleh beliau diberikan pada penjual nasi pecel itu? Insya'Allah teman-teman masih ingat.

Ada kisah lagi dari seorang teman yang membuat hati terenyuh. Ketika Beliau diundang oleh salah satu Gubernur Jawa Timur, sepulang dari acara itu, Beliau menyuruh si A untuk memberikan amplop yang berisi uang jutaan itu kepada bapak tukang becak yang mangkal di sudut jalan sambil mendengarkan pengajian Beliau lewat sound system. 
Uang itu adalah pemberian dari Gubernur buat beliau RA, tapi oleh beliau diberikan semua pada bapak tukang becak itu.
Tukang becak itu awalnya menolak, setelah dijelaskan bahwa uang itu pemberian Khadrotusy Syaikh Ahmad Asrory al Ishaqi RA, kemudian tukang becak itu menangis tersedu-sedu saking bersyukurnya. Karena musibah yang menimpanya sampai rumahnya terjual. Berkat welasnya beliau RA. beban hidupnya jadi ringan.

Dulu... ketika belum berdiri Ponpes Assalafy Alfithrah, hanya ada rumah beliau dan beberapa rumah di sekitarnya, beliau sering memborong kacang ikat rebus yang dijajakan oleh bakulnya, lalu dibagikan pada kita sehingga bakul kacang itu tidak sampai menjajakan jualannya di daerah kedinding yang sepi dan mencekam pada tahun 1988.
Juga... ketika beliau ke Gresik rehat di rumah seorang murid, jika terdengar suara gesekan rebab yang dipakai oleh penjual arbanat  untuk menarik hati para pembeli itu, beliau selalu memborongnya lalui dibagikan pada kita.

Jadi segala yang diperlihatkan pada kita semua adalah tarbiyah buat kita. 
Walau tidak berbentuk perintah, kita patut belajar dan menirunya.

Di akhir tulisan ini saya ingin mengangkat sebuah kisah, mungkin sudah ada yang pernah tahu atau mendengar, mungkin ada yang belum tahu.
Pertama, hilangnya uang di pesawat terbang sepulang dari Singapore, uang buat pembangunan pondok.
Kedua, dana buat pemasangan keramik masjid untuk persiapan sholat tarawih, dibawah kabur 
oleh tukang.
Beliau hanya tersenyum dan berkata singkat padat : " ...pancen angel karo ilmune Gusti Allah iku... diwehwei dewe...dijalok mane." ( memang sulit dengan ilmunya Allah itu....dikasi-kasi sendiri diminta lagi ). 

Bila kita renungkan bersama! Bagaimana kalau hal itu terjadi pada kita? Bagaimana kita menyikapinya... Emosi kah? Atau bagaimana?

Semoga reposting & revisi tulisan ini masih bermanfaat.

HARU BIRU
Bagian 4

Ziarah ke makam Yai Sepuh.

Jika libur kerja, rasanya tidak nikmat hidup ini kalau tidak saya buat sowan ke Kedinding, seminggu tidak kesana rasanya hambar hidup saya.

Jadi hampir setiap libur shift saya pergi ke Kedinding naik angkot.
Saya tidak terlau berharap setiap ke Kedinding selalu bertemu Beliau RA. Karena itu hak Beliau menemui atau tidak. Tujuan utama saya adalah butuh bimbingan, karena sejak kelas 3 SD saya tidak punya bapak.
Oleh sebab itu setiap libur kerja sering saya pergunakan sowan ke kedinding, karena saya sudah dapat izin dari Beliau RA dan disediakan kamar. Dimana kamar itu dulu letaknya di atas dapur Ndalem atau tepat di belakang mihrab masjid. Kemudian kamar itu dipergunakan untuk tamu dari Singapore dan Malaysia pada tahun itu.

UJIAN PERTAMA
Pernah suatu saat, saya sowan ke Kedinding, belum lama sampai di sana, baru rehat sambil baca buku yang saya bawa dari rumah, saya dipanggil Beliau RA.... mau diajak keluar. 
Begitu mau masuk ke mobil Beliau, saya diperintah duduk di jog depan. Sedangkan Beliau duduk di jog belakang. Saya jadi bengong apa maksudnya semua itu. 
Berhubung itu perintah, saya tidak boleh menolak. ( ujian pertama ).

Ketika mobil sudah melaju, belum jauh dari Ndalem, beliau bercerita dengan tersenyum tentang kelucuan arek-arek Gresik.
Beliau RA berkata :
" arek-arek iku lucu... saben tutuk dalan iki... montore dikongkon melaku alon-alon... jarene dalane rusak... padahal kate ndelok bakul rokok sing ayu iku." 
( arek-arek Gresik itu lucu... tiap sampai di jalan ini.... mobilnya disuruh jalan pelan-pelan... katanya jalannya rusak ... padahal ingin melihat/melirik penjual rokok di kios yang cantik itu ).
Hahaha saya tersenyum malu.

Memang benar yang dikatakan Beliau itu. Jika belum ada perintah apa-apa, teman-teman memanfaatkan waktu untuk beli rokok + menggoda penjual rokok yang cantik yang kiosnya di jalan raya dekat dari Ndalem. 
Maklum pada tahun itu kita masih bujang semua.

UJIAN KEDUA
Ketika mobil kira-kira kurang lebih 50 meter sampai ke pondok kulon, saya baru mengerti, ternyata saya diajak ke Jati Purwo pondoknya Yai sepuh.

Sebelum masuk pintu gerbang, saya mau diplonco... saya digoda mau dipasangi sorban.
Mungkin mau menggoda santri pondok..... biar disangka yang duduk di jog depan itu Kyai.
Hahaha saya tertawa sambil berkata : " Yai ini ada ada aja...!"
Tapi... akhirnya tidak jadi dikasi sorban. ( ujian kedua ).

Tapi....... Hahaha saya ketawa dulu ya teman-teman! 
Ketika mobil mau masuk pintu gerbang pondok kulon, para santri pada menundukkan kepala dan kedua telapak tangannya menutupi kemaluannya.
Kemudian dengan tersenyum beliau berkata : " mosok hormat ngunuh iku.... iku lak podo karo ngenyek, ...nek Kyaine koyok manuk! ( masak menghormati seperti itu... itu kan sama saja dengan menghina, kalau Kyainya seperti burung ). Hahaha..... saya tidak bisa menahan ketawa.

Sampailah kita di Ndalem pondok kulon, saya disuruh menunggu di amben tempat beliau biasanya berdiskusi sama Yai Sepuh.
Tak lama kemudian saya dipanggil diajak ziarah ke makam Yai Sepuh.

Beliau RA tidak masuk atau duduk di area makam, tapi berdiri di pelataran teras makam.
Kemudian beliau berdoa dengan berdiri, saya hanya mengamini saja.
Entah doa apa yang beliau baca, saya tidak mendengarnya.
Mungkin mendoakan teman-teman termasuk saya, mantan anak jalanan yang tambeng, yang sedang disembuhkan oleh Beliau RA.

UJIAN KETIGA
Ketika beliau berdoa, saya sempat memperhatikan, bahwa Beliau berdiri dengan menginjak sandalnya. Sandal itu tidak dipakai, tapi diinjaknya.
Melihat beliau seperti itu, timbul pertanyaan dalam pikiran saya, apa ya maksudnya? Sandalnya kok diinjak?

Pada waktu itu benar-benar tidak ada peluang untuk bertanya. Tapi saya yakin beliau membaca yang ada dalam pikiran saya. Yaitu ingin bertanya tentang sandal yang diinjak itu. Sepertinya saya disuruh berfikir dan mencari jawabannya.
( ujian ketiga ).

Kemudian dalam kurun waktu cukup lama, saya dapat jawaban.
Kalau dipakai kan jadi perangkat, kalau sandalnya ada najis, beranti kan ikut membawa najis. 
Oleh sebab itu sandalnya diinjak sebagai alas bukan menjadi perangkat.

Entah dorongan apa yang membuat saya kepingin berbagi kisah-kisah perjalanan bersama Beliau RA yang sabar dalam menelateni remaja-remaja tambeng di tahun itu?
Didorong oleh NAFSU, AKAL, HATI, RUH, SIRRI atau SIRRUN SIRRI saya tidak tahu lah...! Saya hanya ingin berbagi.

Oleh sebab itu saya minta maaf yang sebesar-besarnya apabila  tulisan-tulisan saya hanya bikin resah-meresahkan.
Semoga reposting & revisi tulisan ini masih bermanfaat.

HARU BIRU

Bagian 5 :

Di era th 1990 mutiara yang terpendam begitu bermunculan, setelah lama terkubur... entah terkubur oleh apa. Kehilangan tokoh-tokoh yang kharismatik apa karena kecuekan? 

Dalam berbagai aktifitas yang beliau cetuskan mulai manaqib, maulidurrosul, tarawih keliling hingga sholat malam dan menikahkan teman-teman, kota Gresik berwajah baru bila dibandingkan dengan masa kecil saya di th 1960 - 1970an. Yang namanya Haul itu hanya ada di sebagian kelurahan yang ada makam leluhur dan ulama yang peduli akan hal itu.

Begitu tulusnya beliau turun ke Gresik memunculkan mutiara-mutiara yang terkubur, namun kenyataan di lapangan banyak terjadi kesalahpahaman.
Julukan "putih-putih bukan haji" dari kalangan berilmu, "kaji pasar bandeng" dari kalangan awam, entah apalagi. 
Beliau tetap mengajarkan kesabaran. Jangan terpancing oleh keadaan. Yang penting mewujudkan bukti nyata.
Biarkan anjing menggonggong kafilah tetap berlalu

Pada suatu hari saya berduaan dengan beliau RA.
Beliau bertanya pada saya : "...gimana Gresik?.." 
Tentu saya harus berfikir 3 x, untuk memahami pertanyaan Beliau, saya harus tidak boleh gegabah untuk menjawabnya.

Kemudian saya yakin bahwa pertanyaan Beliau tentu yang sangat berkaitan dengan niat Beliau mengangkat mutiara-mutiara yang terkubur dan terpendam itu terhadap respon tokoh-tokoh masyarakat Gresik saat itu.
Saya memberanikan diri untuk memberikan jawaban kepada beliau dan saya yakin kalau salah tentu akan dibenahi.

Jawab saya : "...ya begitulah Yai!...ada yang suka juga ada yang tidak suka." 
Beliau tersenyum sambil berkata : "..yo wis ngono iku... TAK KENAL MAKA TAK SAYANG." 

Hati saya sangat legah sambil nggedumel dalam hati : " yaopo iso sayang lha ngenal wae yo gak gelem!" ( bagaimana bisa sayang lha mengenal saja tidak mau )

Berkat bimbingan Beliau RA dan ketulusan hati jamaah, tidak bisa dipungkiri perjuangan Beliau mampu merubah kota Gresik yang mulai sunyi dari suara dzikir menjadi semarak. 
Suara dzikir laa ilaaha il Allah yang biasanya hanya berkumandang pada subuh menjadi berkumandang hampir di setiap sholat fardlu di stiap musola.

Bagian 6 :

Ketika Kedinding Lor no. 99 pada awal th 1988 hanya ada bangunan rumah ( Ndalem ) dan halaman parkir untuk mobil kijang milik beliau.

Arek-arek Gresik yang proaktif senang sowan saat itu jumlahnya masih segelintir.
Tapi walau segelintir, Beliau sudah memikirkan kebutuhan kita yang datangnya sewaktu-waktu. 
Kamar mandi, toilet dan tempat ahli hisap menerawang ke alam imajinasi.
Tahun 1988 disana air begitu sulit, belum ada sumur apalagi PDAM.
Sehingga beliau tiap hari beli air tanki.
Begitulah perhatian beliau untuk memenuhi kebutuhan tamu dan teman-teman dari Gresik..

Keadaan Ndalem pada saat itu hanya ada 2 kamar, kamar pribadi beliau dan kamar yang satunya untuk tamu dan teman-teman Gresik kalau menginap.

Di kamar yang disediakan untuk tamu dan kita itulah ada beberapa  kisah yang saya catat.

KISAH PERTAMA
Di kamar itu, ada kisah lucu dan kocak tentang arek-arek Gresik yang pertama kali dibina Beliau RA.

Salah satu dari teman saya yang usianya paling tua dan yang pertama kali kenal Beliau RA, saat itu kita suruh  jadi imam sholat asar. Dia menolak, tapi kita paksa hingga dia mau.
Tapi hahaha..... sholat belum 1 rokaat, sudah batal. Karena sewaktu duduk diantara dua sujud, imamnya tidak mengucapkan takbir, tapi mengucapkan " sami'Allahu liman hamidah. Kita jadi cekikian bahkan ketawa lebar....bubaaaar. 
Lalu teman yang jadi imam bilang : " lho salah yo!... wis tak omongi, nek aku gak sholat onok nek 17 tahunan, aku wis lali kabeh." ( lho salah kan!... sudah saya bilangi, kalau saya tidak sholat ada sekitar 17 tahunan, sudah lupa semua).

Hahaha....... semua tertawa, saya yakin saat kita ketawa lepas, Beliau mengetahui keadaan kita. 

KISAH KEDUA
Di kamar itu juga, th 1989 istri saya dan teman-temannya dapat gemblengan dari beliau ( ngaji ati ). Padahal waktu itu saya masih pengantin baru. 
Lagi enak-enaknya pengantin baru diuji tidak bertemu isteri dalam waktu cukup lama.
Jadi disaat itu kalau tidur hanya guling yang saya peluk, hahaha.... kasihan deh!

KISAH KETIGA
Ketika beliau diuji sakit berat pertama kali, di kamar itulah Beliau dirawat. 
Yang merawat Beliau pertamakali saat itu bukan alm. dr Syamsul, kalau tidak salah masih dr. Ely yang sekarang jadi isteri seorang ustadz.

Saat beliau sakit, teman-teman, murid-murid sepuh dan ada beberapa Kyai pada besuk di Kedinding.
Tapi semua hanya bisa duduk-duduk di luar. Karena tidak ada perintah untuk masuk ke Ndalem.

Saya sangat beruntung saat itu, karena diantara beberapa nama yang dipanggil untuk masuk ke Ndalem itu, ada nama saya.
Ada empat orang yang dipanggil  atas perintah Beliau RA untuk masuk ke kamar tempat Beliau dalam perawatan dokter.

Ketika masuk ke kamar, kita berempat tambah bersedih melihat kondisi beliau yang tiduran dengan infus yang ada di tangan kirinya. Padahal acara haul di Kedinding saat itu hanya beberapa hari lagi.

Kita berempat hanya bisa diam dan bersedih. Sedangkan beliau tetap tersenyum, padahal disentuh saja tangannya terasa sakit.
Masya Allah.... disentuh saja sakit, apalagi dipegang.

Tak terasa airmata saya menetes, tak sanggup melihat kondisi Beliau RA saat itu.

Tiba-tiba saya dipanggil untuk mendekat, lalu saya mendekati Beliau RA.

Ya Allah.....! 
Saya tak mampu menahan airmata.
Pecahlah tangis saya....!
Kesedihan saya saat itu tidak bisa ditulis dengan kata-kata. 
Karena saya teringat kata-kata beliau yang dibisikkan ke telinga saya saat duduk satu bangku ketika ikut ziarah walisongo.

Dengan berurai airmata saya beranikan diri berkata pada Beliau : " sudahlah Yai.... istirahat aja." 
Maksud saya saat itu, untuk sementara Beliau tidak usah memimpin acara haul di Kedinding dulu karena kondisinya seperti itu.

Kemudian beliau dengan lirih berkata : " gak apa-apa gusno... aku gak apa-apa kok!.... kasihan umat.... kasihan umat gusno!"

Saya tidak mampu berkata apa-apa, hanya airmata yang terus meleleh dan jiwa yang sumeleh.

Semoga tulisan ini bisa meningkatkan rasa senang kita bahkan meningkatkan rasa cinta pada beliau RA.
Semoga kisah-kisah yang saya tulis ini bermanfaat buat semua, khususnya saya dan keluarga saya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Niat Sholat Musafir

Era Digital dan Ke-Wali-an

Sekelumit (Sejarah) Al Khidmah di Kec. Wates (Skripsi 2015)