Nostalgia Abah Gusno

NOSTALGIA

Untuk edisi ini saya ingin  mengangkat sebagian kisah yang terjadi di th 1989 setelah saya dilarang banyak membaca buku oleh Khadrotusy Syaikh Ahmad Asrory al Ishaqi r.a. saat itu.

Seperti yang sudah pernah saya sampaikan bahwa setiap ada provokasi dari sekelompok pemuda yang orientasi berfikirnya sebatas  akal lahiriyah, dimana konteksnya pada kekuatan data dan analisa disaat itu, saya yang disuruh teman-teman untuk meladeni. Sehingga berdampak  beberapa  penyakit di hati saya karena sering menang dalam berdebat.
Sebenarnya kelompok itu tidak semuanya begitu, banyak yang berlatar belakang seperti kita.

Dengan waktu yang berjalan, tidak disangka-sangka... satu persatu remaja dari kelompok itu mulai mengagumi kita, karena kita sudah tidak banyak meladeni bahkan telah bisa memberi warna.
Kekaguman itu bertambah meningkat karena kita tetap solid.
Karena kita tidak banyak bicara tapi memberi bukti, loyalitas tanpa batas seperti yang dicontohkan beliau r.a.

Satu diantara mereka itu ada yang jadi mahasiswa PTN di jogja, latar belakang pemikirannya tidak sama dengan kita, anaknya cerdas, sempat jadi anggota dewan dari sebuah partai.
Belum lama dia meninggal dunia, semoga khusnul khotimah.

Pada saat itu kira-kira th 1991 kita dikagetkan... ketika dia bercerita, bahwasanya dia ikut tarekat ketika masih kuliah, entah tarekat apa?
Dia tidak mau cerita, yang pada intinya dia tidak bisa merasakan nikmatnya berdzikir.
Namun setelah bertemu beliau r.a. dia bisa merasakan nikmatnya.
Merasa bisa bertambah dekat dengan Allah SWT.

Suatu ketika teman saya yang berinisial MA itu matur pada beliau r.a. dia mau berbaiat.

Jawaban beliau r.a. yang saya ingat dan saya catat ( moga-moga teman-teman yang tau saat itu masih ingat dan mencatatnya ).
Beliau menjawab dengan bahasa jawa : " wis ngene wae... awakmu maturo nok gurumu.... nek diijini karo gurumu.... awakmu tetep meluo gurumu.... nek gak oleh.... merinio. ( sudah begini saja.... kamu bilang pada gurumu.... kalau dapat ijin dari gurumu.... kamu tetap saja ikut gurumu.... kalau tidak diijinkan datanglah ke sini )

Monggo teman-teman mari kita bareng-bareng merenungkan.

Kesimpulan yang saya himpun saat itu... " Guru yang tidak takut kehilangan / kekurangan murid dalam hal kuantitas adalah guru yang baik dan benar, karena kualitas yang jadi ukuran.

Akhir dari kisah ini, ternyata teman saya itu tetap jadi murid dari gurunya di jogja ( Mursyidnya ).

Subhannallah
Begitu mulia akhlaq beliau.....!!!
Siapa saja... perlu apa saja beliau berikan solusinya.
Tak ada satu titik pun di hati beliau untuk mengambil bagian dari pemberiannya.
Oleh sebab itu beliau pernah berkata pada saya, ketika niat mulia beliau saat mengangkat mutiara yang terpendam di gresik mendapat respon yang  tidak layak dimiliki oleh para panutan di sana, beliau r.a. berkata : " tak kenal maka tak sayang."

Semoga yang sudah mengenal beliau r.a. jadi bertambah sayang dan cinta, khususnya buat para muridin dan muhibbin.
Yang belum kenal jadi bisa  mengenal.

Semoga tulisan ini bermanfaat buat semua, khususnya saya dan keluarga saya.
Amiin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Niat Sholat Musafir

Era Digital dan Ke-Wali-an

Sekelumit (Sejarah) Al Khidmah di Kec. Wates (Skripsi 2015)