Iga Kambing

NOSTALGIA IGA KAMBING

Kira-kira th 1990 saya dapat undangan acara akad nikah adik perempuan dari Drg. Yusuf Saifuddin ( Cak Udin ) yang kebetulan tetangga saya sendiri. Cak Udin termasuk murid yang estu, semenjak bujang dia adalah teman dekat Khadrotusy Syaikh Ahmad Asrory al Ishaqi RA.

Suatu penghormatan besar buat saya hadir di acara itu, karena acara akad nikah itu hanya dihadiri beberapa orang dan Kyai-kyai sepuh kota Gresik saja yaitu Alm. KH Masfuh Hisyam ( pakar ilmu feqih ), Alm. KH Muhammad Nur Syamsi ( orangtua Alm. Prof H. Sofjan Sauri Msc ) dan Alm. KH Muhammad Nur Hasyim ( ahli istiqomah ) Kemudian Alm. Ustadz Kaelani ( pakar ilmu al Qur'an ), Alm. Ustadz Muhadjir ( supranatural ), Alm. Bung Rizal, H. Natsir Ridho dan saya.

Sebelum acara akad nikah dimulai, saya memperhatikan pemandangan yang kurang sedap dilihat mata, karena salah satu ustadz itu omong terus, omong soal agama yang sebatas ilmu hukum dhahir saja.

Saat itu yang bisa meladeni hanya alm. KH. Muhammad Nur Syamsi, mungkin karena faktor pertemanan.

Alm. KH. Muhammad Nursyamsi dan alm. KH. Muhammad Nur Hasyim keduanya adalah sama-sama murid yang estu mulai zaman Yai Sepuh.
Dengan adanya suasana seperti itu, saya perhatikan keduanya jadi "pekewuh."

Upacara akad nikah dimulai hingga selesai. Tibalah saatnya menikmati hidangan yang telah disediakan.

Di saat kita menikmati hidangan, tiba-tiba Beliau R.A. mengambil tulang iga gule kambing yang ada di mangkok. Setelah Beliau ambil kemudian diberikan ke Alm. KH. Muhammad Nursyamsi.

Setelah iga itu diterima Kyai Nursyamsi dan mau dimakannya, tiba-tiba Romo Yai berkata pada Kyai Nursyamsi : " nek mangan cokoten balunge disek... terus daginge. " ( kalau makan digigit dulu tulangnya baru dagingnya ).

Sebagai murid yang estu, walau usia lebih tua dan juga seorang Kyai, beliau patuh pada perintah Guru Mursyidnya. Dilakukannya perintah itu, iga kambing yang sedang dipegangnya itu digigit dulu tulangnya baru memakan dagingnya. Sesudah itu ditawarkan ke alm. Yai Nur Hasyim, karena sama estunya hal seperti itu juga dilakukan oleh Yai Nur Hasyim.

Menyaksikan pemandangan seperti itu saya langsung diam merunduk ingin memahami tarbiyah dari Romo Yai RA. itu.

Setelah acara akad nikah selesai, saya ikut mengiringi Romo Yai mau kembali ke kedinding, cuma sampai di ujung gang kampung saya.

Sampai di rumah, saya terus merenungkan kisah penuh sirri itu.

Monggo teman-teman kita merenung bareng-bareng, apa sirri dari tarbiyah itu?

Semoga tulisan ini bermanfaat buat semua pembaca, khususnya saya dan keluarga saya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Niat Sholat Musafir

Era Digital dan Ke-Wali-an

Sekelumit (Sejarah) Al Khidmah di Kec. Wates (Skripsi 2015)