“Some” alias pentol Pak Dullah..
“Some” alias pentol Pak Dullah..
Orang-orang kampungku sudah tidak asing dengan julukan “some” Pak Dullah. Iya “some” atau siomay atau pentol, dijajakan Pak Dullah setiap sore sampai malam hari. Keliling dan yang sering mangkal. Terakhir aku beli pentol Pak Dullah sekitar tahun 2014. Sudah lama memang. Dulu masih mangkal dekat MTS al-Muttaqun Wates, tepatnya utaranya. Sebelah selatan jalan Gadungan. Terakhir aku melihat Pak Dullah mangkal di perempatan Pesona, jalan 1 arah. Meskipun sudah lama tidak membeli pentol Pak Dullah, namun aku masih ingat ciri khas pentol beliau. Pake saos sambal. Pedes. Jadi saos dan sambal langsung jadi satu wadah. Bukan seperti pentol sekarang yang biasanya pake sambel kacang, kecap, sambal pedas, saos, pake kuah. Jadi bisa dikatakan kalau alasan aku tidak membeli pentol Pak Dullah karena aku sudah “menjauhi” saos. Iya meskipun kalo ada bakso, pentol atau mie ayam serta mie pangsit yang sudah terlanjur pake saos tetep aku makan. Makanan favorit bro.. wkwkwkwkwk
Pak Dullah ini sudah jualan sejak aku masih duduk di sekolah dasar. Jadi kira-kira sudah 25 tahunan beliau berjualan pentol. Dulu kalau pagi berjualan depan SD Tawang IV, sekolahanku. Pentol favorit teman-teman SD. Maklum jaman dulu penjual pentol tidak sebanyak dan tidak menjamur seperti jaman sekarang. Beli pentol, pake tusuk atau “sunduk” lidi, dicelupin saos sambal. Mantap abis bro..
Hari ini, 12 September 2021, Minggu dini hari sekitar pukul 03.00, Pak Dullah pentol meninggal dunia. Karena sakit.
“Pantesan sudah lama aku tidak melihat Pak Dullah mangkal di tempat biasa”, pikirku.
Ternyata, Pak Dullah sakit, dan perlu perawatan. Aku belum sempat dan tidak sempat menjenguk. Namun seperti biasa, setiap keluarga murid-muridku sekolah yang sakit pasti aku doakan cepat mendapat kebaikan. “Cucu” Pak Dullah adalah murid ku di sekolah ku yang lama, SDN Tawang 2, Vina dan Teo. Sekarang Vina sudah kelas 4 SD dan Teo sudah kelas 1 SMP. Ciri khasku adalah sebelum pelajaran dimulai atau setelah pelajaran adalah selalu berdoa dan mendoakan murid, keluarga agar selalu sehat wal afiat, serta yang sedang sakit agar segera sembuh dan mendapat kebaikan, entah semakin mantap beribadah atau hilang rasa sakitnya. Jadi Pak Dullah termasuk di dalamnya.
Ketika bertakziah, aku sengaja langsung menuju ke area pemakaman. Kira-kira jam 7 pagi aku meluncur. Tentu setelah mandi dan berwudhu, serta memakai pakaian yang bersih dan suci, walaupun bukan gamis, koko, takwa, batik dan sarung, dan tidak berkopyah. Maklum aku dikenal sebagai “imam” tahlil Jamaah Tahlil kampung bagian timur. Jadi kesan pakaian “kyai” aku tinggalkan. Pake kaos berkerah dan celana, serta jam tangan, kayak mau jalan-jalan gitu. Namun di saku baju, ada buku kecil, kitab Manaqib, kecil tapi komplit, hingga ada Maulid serta bacaan wirid-wirid. Di pemakaman, ku jumpai Bapak Juru Kunci, Pak Giran, yang lagi bersih-bersih area makam. “Terima kasih Pak Giran”. Selain itu ku jumpai orang-orang yang pengabdiannya adalah gali kubur. Kira-kira belasan orang. Namun aku sengaja tidak ke tempat mereka. Iya, aku berkunjung ke tempat Bapak beristirahat. Paling barat lokasinya. Dekat pagar pemakaman, yang terbuat dari rimbunan pepohonan pisang. Bapak meninggal Jumat pagi, pada Tahun Baru 2021. Tepat sehari setelah aku memastikan kantor tempat aku bekerja. Ingin kubanggakan di hadapan Bapak. Begini.. begini… begini…
Di makam Bapak, aku membaca beberapa kalimat thoyyibah atau Tahlil dan kulengkapi dengan membaca Maulid, maulid Syarof al-Anam pilihanku. Di setiap aku bertakziah, sambil menunggu mayit tiba, atau sambil menunggu Pak Modin atau yang mewakili untuk mentalqin mayit, selalu ku usahakan berkunjung ke tempat bapak dulu, amalan tersebut yang ku baca. Apalagi kali ini sedikit berbeda, iya semalam aku bermimpi Bapak dan Emak berangkat Haji. Entah apa maksudnya.. namun hajat ini selalu aku minta setiap hari. Semoga terkabul.. Aamiin..
Selesai membaca tahlil dan maulid, tidak berselang lama, rombongan mayit Pak Dullah datang. Biasa orang kampung, banyak yang mengiringi. Tetangga dan saudara paling banyak mendominasi.. jadi ingat sebuah “wejangan”, BERBAIKLAH KEPADA TETANGGAMU DAN SAUDARA TERDEKATMU, KARENA MEREKA YANG AKAN PERTAMA KALI MENOLONG KAMU KETIKA KAMU TERKENA MUSIBAH. Betul sekali wejangan ini, aku ingat dulu ketika Bapak meninggal, dirumah hanya ada Aku, Istriku, Dija cucu kebanggaan Bapak dan tentu saja Emak. Yang datang bukan saudara duluan tetapi adalah para tetangga sekitar dekat rumah. Saudara baru datang berikutnya. Segera aku menuju mendekati liang lahat Pak Dullah. Berbincang dengan Pak Juru Kunci, sekedar basa basi orang Jawa, menyapa teman dan tetangga dan akhirnya berbincang hingga akhir dengan teman yang sudah lama tidak berjumpa. “ngalor ngidul” orang Jawa bilang alias berbicara banyak. Ketika akhirnya orang yang bertakziah bilang “Amin amin amin”, akupun juga ikut mengamini. Iya itu doa bapak Imam Mayit untuk mayit. Tanda berakhirnya prosesi pemakaman. Terus aku???? Dan temanku??? Posisinya dimana??? Yang sejak tadi berbincang. Tidak menyimak apapun tiba tiba langsung Aamiin aamiin.. Tidak apa apa.. hal ini sudah aku antisipasi, ketika di makam Bapak tadi aku sudah sekalian mendoakan ahli kubur di area pemakaman kampung ini.
Banyak yang bertanya, kenapa kok sudah antisipasi?? Karena sudah bukan rahasia lagi kalau orang-orang yang bertakziah sekedar ikut simpati dengan ikut mengiring dan mengamini Doa Imam Mayit. Iya sekedar itu. Meskipun itu tidak buruk dan tidak terlarang, yang seharusnya dilakukan ketika prosesi pemakaman adalah merenung dan ingat bahwa kita kelak juga akan menyusul Pak Dullah, menyusul dikubur di pemakaman ini. Itulah yang bernilai ibadah. Dzikir dengan memakai akal pikiran, yang meskipun 1 menit akan sangat membekas dan menusuk hati sanubari yang terdalam. Itulah dzikir terbaik.. Bukan bercanda di pemakaman..
Begitu doa selesai, orang-orang segera membubarkan diri. Namun ada “tradisi” yang aku masih mencari jawabannya. Sebenarnya aku sudah menerka-nerka jawabannya. Dan mungkin itu benar. Iya tradisi ketika akan pulang dari pemakaman, maka pengiring mayit akan menuju area lahat, dan menabur atau “menguruk” tanah makam mayit dengan 3 kali taburan. Entah jawaban sebenarnya apa dari tradisi ini. Namun perkiraanku adalah tradisi ini adalah tradisi menunjukkan simpati kepada keluarga Mayit, dalam hal ini keluarga Pak Dullah. Karena biasanya pihak keluarga Si Mayit pasti akan tinggal sebentar dan berdoa untuk kebaikan sejenak setelah pengiring pulang dan agar “mereka tahu” mayit orang baik, karena banyak orang yang bersimpati kepada keluarganya. Termasuk tahu siapa saja yang datang ke pemakaman.
“Pak Pe, engko bar isak tahlil ndek omahku nggeh”, sapaan Teo cucu almarhum Pak Dullah kepada ku sejenak setelah aku ikut menabur tanah makam.
Oh iya aku menabur bukan dalam arti melempar, tetapi
menguruk dengan mengusap dengan tangan area tanah makam sebanyak 3 kali sambil
membaca sholawat. Kebiasaanku..
“Oke, InsyaAlloh”
“Matur suwun, Pak Pe”, lanjut Teo.
Ku lihat mata Teo dan keluarga lainnya sembab.. menangis..
Selamat jalan Pak Dullah.. Mugi-mugi pinaringan jembar kuburipun, padhang marginipun, lepas puruk ipun, dipun tampi amal sahe nipun, dipun pangapunten sedaya kalepatan ipun, dipun akeni dados umatipun Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Putra wayah ipun dados putra wayah ingkang sholih sholihah, ingkang kerso ndunga aken tiyang sepah ipun..
Oh iya, “Some Pak Dullah” masih ada generasi penerusnya.. ciri khas masih sama.. rombongnya juga sama.. hijau muda.. waktu sore dan malam.. dan tempat mangkalnya di pasar kidul Wates.. timur jalan.. dipinggir jalan.. berjejer dengan pedagang sate.. kentucky.. dsb.. dekatnya fotocopian Samsul..
Ntar kalau kerumahku, bawakan aku sebungkus ya… wkwkwkwkwk
Oleh PRIYO SUSILO UTOMO alias Pak P.. di Semanding Tawang, Wates sejenak setelah pulang dari pemakaman.. setelah cuci kaki tangan dan pipis..

انا لله وانا اليه راجعون..
BalasHapusYa pak.. Kapan kapan tak tumbasne lak aku pas sowan teng jenengan.. Tanpa saos kecap.. Kyk tulisan jenengan..
siap..
BalasHapusBaru tau kalo pak Dullah sudah meninggal lewat tulisan ini
BalasHapusJadi penasaran dengan pentol pak Dullah.. semoga bisa silaturahmi ke rumah Pak P.. hehe
BalasHapus