Tanggapan yang Tertunda
“Hebat hari ini, sukses hari ini, dan jaya masa depan, itu semua karena guru.”
Begitulah kira kira kalimat “mantap” yang
sempat aku buat sebagai status WA. Mungkin jika ada kesalahan kata dari apa
yang aku tulis itu wajar, karena dalam kondisi yang ramai, jadi pendengaranku
kurang jelas. Kalimat ini di ucapkan oleh Ketua PGRI Jatim dalam sambutannya di
acara Peringatan Puncak Hari Guru Nasional (HGN) dan HUT PGRI yang ke 77 tahun
2022 Kabupaten Kediri. Kalimat ini pula yang aku acungi jempol. Begitu indah.
Selain kalimat di atas, ada beberapa pantun
yang sempat pula aku catat dari sambutan Bapak Teguh Sumarno ini.
Buah mentimun buah tomat
Di atas batu diletakan (batu atau apa aku juga
sedikit mis pendengaran)
Jika ingin ilmumu bermanfaat
Jadikan guru sebagai pahlawan
Pantun ini pun juga aku dengar dalam keadaan
ramai, jadi harap maklum jika tidak sama persis dengan apa yang beliau
dendangkan. Tetapi substansi nya sama. Jadikan guru sebagai pahlawan.
Riwayat pendidikan karir beliau pun juga wow.
Pernah jadi guru. Dosen pula. Rektor bahkan. Iya beliau pernah menjadi Pemegan
Jabatan tertinggi di UNIBA Banyuwangi. Sekarang menjadi Ketua PGRI Jatim.
Begitu yang ku dengar dari pemaparan moderator acara talkshow Peringatan HGN
dan HUT PGRI 2022 di Convention Hall Simpang Lima Gumul.
Memang rangkaian terakhir dari acara tanggal 6
Desember 2022 tersebut adalah talkshow. Dengan narasumber Bapak Teguh Sumarno
dan Bapak Praptono. Narasumber yang terakhir disebut ini adalah Direktur
Pengawas, Kepala Sekolah dan Tenaga Kependidikan Dirjen GTK Kemendikbud.
Sebelum acara talkshow dimulai ada beberapa
rangkaian acara. Di antaranya adalah penganugrahan bagi Guru berdedikasi dan
berprestasi. Tentu juga bagi murid yang berprestasi pula. Nama Priyo Susilo
Utomo dari SDN Puncu 4 Puncu pun ikut disebut untuk naik ke panggung. Iya.. Kami
sebagai Juara 2 Teacher Writing Competition. Gelar juara ini pulalah yang
melatar belakangi kami untuk menuangkan pemikiran ini. Kami merasa perlu untuk
memberikan sedikit komentar atas diskusi tersebut. Maklum, dalam acara talkshow
tersebut waktunya sangat terbatas. Sehingga tidak ada waktu untuk interupsi.
Sebelum ber-interupsi, perlu disampaikan bahwa kami
lebih menggaris bawahi kepada statement dari Ketua PGRI Jatim. Ini fokus
tulisan ini. Sebenarnya kami juga ingin berkomentar pula terhadap narasumber
yang pertama. Namun tampaknya akan sangat memperpanjang tulisan ini. Catatan indah
dari apa yang disampaikan Bapak Dirjen GTK adalah meneruskan pesan Bapak
Presiden dalam Peringatan HGN.
Bapak Presiden berpesan, bekal bagi anak didik
itu ada 3, yaitu :
1. IPTEK, anak
didik sekarang harus menguasai ilmu pun juga harus menguasai teknologi. Itu sebuah
keharusan.
2. Mentalitas dan
Karakter, anak didik harus mempunyai mental baja namun juga harus berkarakter. Karakter
di sini adalah akhlak yang mulia, akhlak Bangsa Indonesia yang berlandaskan
pada Pancasila.
3. Kesehatan Jasmani,
ini yang penting juga. Ketika dua point di atas di miliki, namun jasmani
terganggu. Maka otomatis segalanya terganggu. Jadi anak didik harus sehat
jasmaninya.
Kemudian memasuki sesi diskusi. Entah apa yang pemicunya,
aku lupa. Karena memang kondisi ramai. Tidak semua fokus ke materi diskusi,
maklum sudah mulai bosan, apalagi yang hadir sejak pagi. Hanya catatanku adalah
:
Tanggapan Bapak Dirjen :
1. Guru harus
memaksimalkan memanfaatkan Platform Merdeka Mengajar (PMM) untuk belajar,
menemukan perangkat ajar dan saling berbagi praktek baik dengan sesama guru.
2. Harus ada komunikasi belajar (aku lupa apa maksudnya)
Tanggapan Ketua PGRI Jatim (hanya ku catat
point yang ingin aku komentari):
1. Pemerintah terlalu
manut Kyai. (silahkan cari dalam rekaman atau Youtube).
Tanggapanku : Kenapa harus ada kata
Kyai??? Apa tidak sadar bahwa itu sedikit banyak dan otomatis akan menyinggung
Guru PAI (lulusan Perguruan Tinggi berbasis pesantren) yang hadir dalam
Talkshow tersebut. Seakan-akan itu kebijakan pemerintah tentang pendidikan salah
karena manut Kyai. Terus manut Kyai-nya yang mana? Jika memang anggapan
Beliaunya kebijakan pendidikan tidak sesuai dengan harapan Guru, lalu kenapa
pula secara spesifik menyebut Kyai. Kesimpulanku, tampaknya ada sentimen “pribadi”
dengan Kyai. Silahkan koreksi jika salah. Tetapi tolong jelaskan maksud point
ini.
2. Beliau
mengeluhkan bahwa sekarang banyak sekolah kekurangan murid.
Tanggapanku : Halo Bapak! Fenomena kekurangan
siswa ini memang banyak dialami oleh banyak lembaga, khususnya sekolah dasar
negeri. Banyak SDN yang di merger. Bahkan sudah di merger pun, siswanya tetap
di bawah standar jumlah normal. Misalnya di kecamatan tempat kami bertugas ada
sekolah yang hampir punah muridnya. Per kelas tidak lebih dari 10 siswa. Bahkan
ada beberapa kelas yang jumlah muridnya dan jumlah wali kelasnya sama, 1 guru 1
siswa. Memang ada beberapa SDN yang stabil bahkan bisa dibilang tetep eksis. Itu
karena memang awalnya sudah besar, wilayahnya luas dan padat sekolahnya hanya
itu. Jauh dari sekolah yang mempunyai program berbasis religi Islam. Bapak
Ketua, seharusnya jika lembaga kekurangan siswa itu jangan salahkan
kebijakannya, coba introspeksi diri. Apakah program sekolah sebagus sekolah lainnya
(terutama sekolah swasta berbasis ke-Islaman)? Apakah se-disiplin mereka baik
guru maupun tenaga pendidiknya? Silahkan koreksi jika salah. Saya masih ingat
betul dalam kelas Pascasarjana IAIT Tribakti dulu ada diskusi yang muncul
kalimat “Kebanyakan guru guru PNS (negeri) itu merasa berada di Zona Nyaman”.
3. Pemerintah
jangan hanya menuntut guru tetapi juga harus memperhatikan kesejahteraan guru.
Tanggapanku : guru yang dimaksud ini
guru yang mana? Betul kalau itu guru honorer (GTT). Tetapi salah besar jika itu
guru PNS. Karena saya 6 tahun pernah menjadi GTT di SDN, hampir 1 tahun merangkap
menjadi Guru di sekolah swasta dan baru 2 tahun berjalan menjadi guru PNS dan
belum bersertifikat pendidikan. Jadi saya tau betul dengan yang namanya
kesejahteraan guru dalam point ini yang dimaksud. Jika guru apalagi PNS sudah
berserdik, jangan tanya tentang kesejahteraan, pasti mereka merasa nyaman dan
aman. Hingga imbasnya berakibat pada point 2 ini.
4. Pemerintah
jangan hanya menuntut guru tetapi juga harus memperhatikan akses pendidikan
terutama di sekolah terpencil (dalam hal ini beliau membuat contoh sekolah di
lereng Gunung Kelud).
Tanggapanku : Bapak Ketua, sekolah
yang anda maksud itu salah satunya adalah lembaga tempat saya bertugas. Terkait
dengan jalan dan bangunan serta kelengkapan, hampir sama dengan sekolah lainnya.
Mungkin benar adanya jika ada sekolah dengan akses sangat terpencil. Dan itu
dalam 1 Kabupaten Kediri mungkin jika dibuat perbandingan hanya 1 banding 100
sekolah. Jadi tidak harus dipukul rata. Jika tidak ada kecocokan dengan
kebijakan pendidikan karena Menterinya adalah tukang ojek, tolong munculkan
statement dengan data yang akurat, jangan setengah setengah.
Demikian tanggapan saya atas statement dari
Bapak Ketua PGRI Jatim. Jika ada salah dalam tulisan saya, silahkan tanggapi
pula. Tetapi harap dengan data. Dan tampaknya ketika Bapak Ketua berbicara
demikian, ada beberapa bahkan mungkin mayoritas Bapak atau Ibu Guru yang hadir
bilang bahwa Bapak Ketua berbicara dari hati seorang guru. Aku pun berkali kali
mendengar kalimat ini dari hadirin di sekitar tempat duduk.
Sekilas saya mengamati ekspresi wajah Bapak
Dirjen kurang cocok dengan statement dari Bapak Ketua. Dan itu benar. Bapak
Dirjen berbicara karena tuntutan atasan (kebijakan), Bapak Ketua berbicara dari
hati (kata sebagian guru). Sadar dengan hal demikian, Bapak Ketua sebagai penutup
berteriak, “Hidup Guru, Hidup PGRI, Hidup Bapak Dirjen”.
Pantun penutup Bapak Ketua :
“Kabupaten Kediri udane deres, jika ada kesalahan
maka minta maaf dan jika ada kebaikan maka Gusti Alloh yang bales”.
NB : urutan statement dan kalimat pantun hanya
berdasarkan ingatan penulis, tetapi substansinya SAMA.
Judul yang tepat untuk tulisan ini adalah
Tanggapan yang Tertunda. Maklum mundur 6 hari. Karena kesibukan dan fokus pada
kewajiban utama saja, ngajar ngaji ngabdi.


Komentar
Posting Komentar