Pujian

 


Waktu sudah menunjukkan pukul 11.30 WIB, kira-kira. Jadwal pelajaran pun sudah berganti, menjadi jadwal sholat, Dhuhur tentunya. Bagi siswa kelas atas tepatnya. Yaitu kelas 4, 5 dan 6, yang beragama Islam semuanya. Terus kelas lainnya? Kelas 1 dan 2 tentunya sudah sampai rumahnya. Kelas 3 OTW ke rumahnya. “Apakah tidak boleh ikut sholat?”, jika ada yang bertanya. Boleh, tentu saja. Sholat Dhuhur berjamaah dilaksanakan pada hari Senin hingga Kamis. Jika Jum’at dan Sabtu anak anak pulang lebih awal.

Menariknya! Dusun Laharpang, Desa Puncu, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri, masyarakatnya boleh dibilang Islam “Njawa”. Bukan Jawa lho ya. Njawa di maksudnya Islam yang kulturnya sesuai dengan Islam di Nusantara pada umumnya. Islam Nusantara, orang lain bilang NU organisasinya. Apakah tidak ada yang ikut organisasi lainnya? “Ada”. Tetapi mayoritas, Islam Njawa.

Tradisi Islam Njawa ini, misalnya adalah tradisi membaca “pujian” begitu masyarakat menyebutnya. Pujian adalah sholawatan, syair atau lagu, atau mungkin tembang-tembang yang dibaca di antara waktu adzan dan iqomah tepatnya. Kalau dibaca di waktu yang lain, beda lagi namanya. Mungkin sholawatan atau syi’iran, sesuai “teks” yang dibaca. Masjid atau mushola Njawa pasti membacanya. Karena ini sudah tradisi turun menurun yang diwariskan oleh para penyebar agama Islam di Nusantara. Njawa di sini juga bukan membatasi teritori-nya. Tetapi hanya sekedar istilah yang saya berikan, karena saya orang Jawa. Misalkan tradisi ini berada di bumi Nusantara lainnya, saya pun tetap menyebutnya Njawa.

Njawa adalah istilah yang saya terima dari para tetua orang Jawa. Yang masih memegang tradisi Jawa. Baik dari segi bahasa maupun tingkah lakunya. Apa tradisi pokok dari Jawa? Orang Jawa adalah orang yang menghormati, mendahulukan, menjunjung, mementingkan orang lain ketimbang diri pribadinya. Tawaduk dalam istilah Islam-nya. Orang nJawa adalah orang yang bertata krama, berbudi pekerti yang mulia, berkata dengan bahasa halus atau sopan, itu seharusnya. Contohnya, kata aturi dan dhawuhi, pinarak dan sowan, itu kata dalam bahasa Jawa lho ya. Pembahasannya lain kali saja.

Kali ini saya hanya akan membahas tradisi Njawa di masjid atau musholla saja. Pujian. Pujian seringkali terdengar di tempat ibadah di lingkungan masyarakat yang masih memegang tradisi Walisongo. Tradisi para penyebar Islam di Nusantara. Kalau boleh dibilang tradisi orang Islam kuno. Orang sekarang menyebut dengan tradisi salafus sholeh. Tradisi kearifan lokal. Selidik punya selidik, ternyata pujian ini adalah waktu untuk memberi kesempatan orang lain untuk mempersiapkan sholat. Tepatnya untuk mengajak berjamaah.

Pernah suatu saat, aku mampir di salah satu tempat ibadah. Di situ tidak ada tradisi pujian ini. Aku yang besar di lingkungan yang sehabis adzan biasa pujian, bingung juga. Sehabis adzan biasanya pujian, ini kok diam saja. Berdzikir sendiri sendiri. Sambil sesekali orang yang adzan tadi menoleh kanan kiri, menengok jendela, melihat sudah datang belum jamaahnya. Logikanya, yang tau sholat jamaah sudah dimulai belum adalah yang mendengar adzan dan yang mendengar iqomah. Yang terakhir inipun pasti akan tergopoh gopoh biar tidak ketinggalan. Apalagi yang musafir, masih harus wudhu. Kadang ke kamar mandi dulu. Kesimpulanku, pujian itu untuk memberi tahu siapapun bahwa sholat jamaah belum di mulai. Jika di transkripkan kira kira begini bahasanya : “Anda anda semua, hai jamaah, anda masih ditunggu.  Silahkan mampir bagi yang musafir. Sholat dulu. Lanjutkan perjalanan setelah sholat.

Tetapi untuk maksud yang di atas ini ada sedikit kekurangan. Dan tampaknya sekarang sudah di perbaiki dengan sebuah alat. Kekurangannya adalah waktu tunggu sholat jadi agak mundur dari awal waktu. Kadangkala jamaah yang sedikit malas, seperti saya, sengaja menunggu di luar masjid atau musholla, hingga iqomah dikumandangkan. Kadangkala, imam datangnya terlambat, tampak lebih lama. Namanya imam juga manusia. Jadi orang yang pujian ini dan jamaah yang sudah datang akan “bosan” menunggu. Makanya sekarang di tempat ibadah yang sudah modern, disediakan timer sholat. Adzan di awal waktu. Jarak 5 atau 10 menit setelah adzan, alat akan berbunyi. Silahkan iqomah.

Kita tentu pernah dengar, waktu antara adzan dan iqomah adalah qaktu yang mustajab untuk berdoa. Waktu yang baik untuk mengungkapkan harapan harapan yang baik. Waktu yang indah untuk bermunajat. Waktu yang disediakan khusus bagi yang tidak bisa bangun malam untuk memohon kepada Sang Pencipta. Kesimpulanku berikutnya, pujian adalah cara yang diwariskan oleh orang sholeh jaman dahulu, untuk memanfaatkan momen mustajab ini. Makanya kita kalau di tempat ibadah yang masih memegang tradisi Islam Njawa ini, sering mendengar pujian yang liriknya adalah doa doa. Baik doa yang berbahasa arab yang diambil dari Al-Qur’an maupun doa yang berbahasa lokal. Benar benar hebat para penyebar Islam ini, sungguh pemahaman tentang agama sangat mendalam. Bahkan ilmu psikologi sosialnya pun tidak kalah.

Apakah anda pernah dengar, kalau orang Jawa, orang tua tua dahulu senang “nembang”, senang mendendangkan syair syair. Pernah dengar suatu ceramah dari Gus Muwaffiq, jika orang Jawa kuno itu, segala sesuatu yang menarik pasti disyairkan. Sedang senang, maka menciptakan syair kegembiraan. Ketika sedih, maka lirik dan nada syairnya mendayu ndayu, nelongso. Ketika sedang bersantai, iseng iseng mulut bersuara dan bersiul. Bahkan katanya, binatang pun dijadikan lirik dan objek syair ini. Dan oleh para Wali, dibuatkan lah syair syair dakwah, syair peringatan akan kematian dan akhirat, syair pujian kepada Nabi yang berbahasa lokal, dan syair identitas ke-Islaman lainnya. Biasanya di awali dengan syair syair sholawat. Kesimpulanku berikutnya, tradisi pujian ini adalah ilmu yang memahami kearifan lokal. Yang kemudian di aplikasikan.

Berikut beberapa syair pujian yang sering kita dengar.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى ذُنُوْبِى وَلِوَ الِدَىَّ وَارْ حَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَا نِى صَغِيْرًا

"Ya Alloh kulo nyuwun ngapuro, sekatahe duso kulo, lan duso ne tiyang sepah kulo, ugi umat Islam sedoyo”*

رَبَّنَا يَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

"Tobat kulo dumatheng Alloh, mugi Alloh paring pangapuro, duso kulo wonten ing ndunyo, wonten akhirot ampun ngantos dipun sikso”*

“Rukune Islam rukune Islam iku ana lima

Siji Syahadat loro Sholat telu Zakat

Papat pasa Lima Haji ing Tanah Suci

Ing Tanah Suci Ing Tanah Suci ana Kutho Mekah”**

صلا ة الله سلام الله # على طه رسول الله

صلا ة الله سلام الله # علآ يس حبيب الله

“Ayo sholat ayo sholat # mumpung durung ketekan pati # Yen wis mati di adusi # Dikafani di sholati”

“Tumpakane kereta Jawa # Roda papat rupa manungso # Tutukane omah guwo # Tanpa bantal tanpa kloso”

“Ditutupi ambyang ambayang # Di uruki di siram kembang # Tetanggane pada sambang # Podo nangis kaya wong nembang”***

اللهم صل على محمد # يا رب صل عليه وَسَلِّم

“Gusti Kanjeng Nabi lahir e ana ing Mekkah # Dina Isnain Rolas (12) Mulud (Rabi’ul Awal) Tahun Gajah # ingkang Ibu Asmane Siti Aminah # Ingkang Romo asmane Sayyid Abdulloh”****

Terus jika ada yang bilang “pujian” itu tidak baik, lebih baik dzikir sendiri saja setelah adzan, manakah dari contoh pujian di atas yang tidak baik???

·         * Doa

·         ** Dakwah

·         *** Dakwah dan peringatan 

·         **** Sholawat dan Dakwah


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Niat Sholat Musafir

Era Digital dan Ke-Wali-an

Sekelumit (Sejarah) Al Khidmah di Kec. Wates (Skripsi 2015)